Kamis, 11 Agustus 2011

Sedikit Membincang Serial TV Drama Korea: Siapa Bilang Hanya Ada Romantisme dan Melankolia


Akhir-akhir ini budaya pop Korea telah mewabah sampai ke Indonesia. Kehadiran boyband, girlband sampai pada acara-acara TV mereka mulai dari reality show sampai drama menjadi makanan lezat bagi masyarakat yang sedikit bosan dengan dunia hiburan tanah air. Efeknya bisa dilihat dari munculnya boyband serupa atau banyaknya fansclub artis-artis korea dikalangan remaja.

Rasa bosan dengan tontotan sinetron tanah air yang sangat kurang menghibur membuat saya berpaling untuk mengintip drama Korea. Hasilnya, drama Korea ternyata memang lebih menarik dengan pesan dan ceritanya yang lebih fokus dan jelas. Banyak waktu kemudian terbuang hanya untuk menyimak cerita dalam setiap episodenya. Demikianlah tulisan ini ingin sekadar menampilkan kesan dari apa yang saya lihat, dengar dan rasakan dari beberapa drama Korea tersebut.

Entah sudah berapa jam waktu yang saya habiskan di depan laptop. Episode demi episode tanpa terasa telah menggerus hari-hari yang terlewatkan begitu saja dalam dunia yang diciptakan oleh drama-drama. Bukankah kata Burke, hidup bukan seperti drama tapi hidup itu sendiri adalah drama? Setiap episode membawa ceritanya sendiri. Setiap drama membekaskan kesan yang tak mudah hilang. Setiap tokoh dan karakter membawa tarikan untuk menautkannya dengan realitas yang sebenarnya. Drama bisa menjadi cermin bisa juga hanya kesatuan ide yang sangat imajis tapi tentu sebuah naskah tidak akan terlahir dari ruang kosong.

Drama mengandung kesatuan antara waktu, tempat dan kejadian dimana masing-masing berkembang menjadi alur cerita yang kadang bisa menghibur, membuat menangis, tertawa, melambung ke langit dan beraneka rasa entah apa namanya. Dalam Aristotelian Drama, hal ini disebut sebagai khatarsis dimana alur cerita drama mampu membawa efek atau sensasi bagi penonton yang terbawa oleh karakter atau adegan dalam drama tersebut. Serba sekilas tulisan ini ingin sedikit memberikan kesan tentang drama Korea mulai dari sisi cerita, karakter tokohnya, sampai penggunaan lagu tema yang bisa mendukung suasana.

Dari sisi cerita, drama korea selalu menampilkan satu tema tertentu dengan jelas. Tak jarang naskah cerita ditulis berdasarkan riset dan kajian mendalam. Konsep dan detail sepertinya dipersiapkan dengan sangat matang. Kalau ingin tahu tentang semangat rock and roll dan band indie Korea, bisa lihat dalam drama Merry Stay Out All Nights. Tak hanya itu, cerita drama ini juga menampilkan proses detail pembuatan drama mulai dari persiapan naskah, menyusun jadwal sampai proses produksinya. Apabila ingin mengintip tentang kelas sosial di Korea, sedikit bisa dilihat dalam Secret Garden. Menariknya, drama ini berhasil memadukan komedi, romantisme dan tragedi dalam satu alur cerita. Alur cerita yang tidak sederhana menampilkan kisah tentang orang super kaya yang jatuh cinta kepada seorang stunt women miskin dan karena ramuan ajaib jiwa mereka tertukar.

Jika ingin melihat sistem politik dan electoral process di Korea, bisa dinikmati dalam drama berjudul Presiden. Drama ini cukup tense dalam setiap episodenya ketika menghadirkan proses pemilihan calon presiden dari partai oposisi sampai proses pemilihan nasional. Segala hal berkaitan dengan pencitraan politik, stretegi mendulang suara, sampai upaya-upaya black campaigne disajikan dalam satu alur penuh konflik.

Demikian halnya dengan City Hunter, drama ini menyajikan seorang pahlawan tersesat yang ingin membalas dendam dengan menangkapi para koruptor. Kasus-kasus seperti penyelewengan dana yayasan anak yatim piatu, korupsi proyek perlengkapan militer, korupsi dana pendidikan, pengusaha yang membangun berbagai anak perusahaan dengan jaminan kredit sehingga sistem ekonominya hanya berdiri di atas buih yang sangat rapuh, semua diramu menjadi satu cerita menarik. Plotnya menghadirkan ramuan cerita aksi dan dilema cinta yang menyentuh. Berbagai kasus tersebut rasanya tak jauh juga dengan realitas politik di negeri ini bukan?

Drama Korea juga kerap menampilkan cerita-cerita kolosal tentang sejarah Korea. Sebut saja beberapa judul seperti Dong Yi: Jewel in The Crown, The Great Queen Seondeok dan Jung Geum (saya lupa judulnya). Uniknya, tiga cerita ini menghadirkan sosok tokoh-tokoh perempuan penginspirasi. Dong Yi dan Jang Geum menjadi inspirasi dimana seorang perempuan di tengah struktur patriarkhi yang sangat kuat pada waktu itu mampu menembusnya dan berhasil mencapai posisi penting dalam kerajaan. Tokoh Misil dan Deokman dalam The Great Queen Seondeok menjadi gambaran bagaimana pada masa lalu, seperti kata Foucoult, pengetahuan bisa menjadi instrumen politik yang cukup signifikan. Siapa mampu menguasai astrologi, menggunakannya untuk memanipulasi masyarakat yang masih sangat mempercayai mitos, maka dialan yang akan mencapai kekuasaan.

Cerita dalam Drama Korea sepertinya juga sangat memperhatikan segmentasi dan target penontonnya. Beberapa judul seperti Dream High dan Playfull Kiss lebih cocok dinikmati para remaja dengan pesan cerita khasnya bahwa seseorang akan bisa meraih impiannya dengan kerja keras. Berbeda halnya dengan Cruel Temptation atau You Are My Destiny yang telah ditayangkan di televisi Indonesia. dua drama ini lebih berorientasi untuk menghibur ibu-ibu rumah tangga dengan hanya menghadirkan cerita tentang berbagai persoalan keluarga dalam kemasan konflik-konflik kecil yang menyelimuti kehidupan. Dua judul terakhir ini memang sedikit mirip dengan sinetron-sinetron di Indonesia. Tentu masih banyak judul lain dengan keunikan kisahnya masing-masing yang tak sanggup saya sebutkan semua.

Drama Korea biasanya dikemas dengan padat. Satu drama hanya terdiri dari 16-20 episode. Untuk drama kolosal, memang lebih panjang sekitar lebih dari 30 episode. Namun, untuk drama keluarga, kadang bisa sangat panjang sampai ratusan episode seperti sinetron tanah air. Drama-drama yang dikemas secara padat itulah yang bisa menampilkan konteks cerita dengan lebih jelas. Alurnya tidak melebar kemana-mana. Rangkaian adegannya cukup realistis tanpa terlalu banyak adegan kecelakaan, hilang ingatan, atau bayi yang tertukar di rumah sakit.

Dari sisi karakter para tokohnya, drama Korea mampu membangun watak tokoh yang lebih manusiawi. Rasanya tidak ada tokoh yang terlalu baik seperti malaikat atau terlalu jahat seperti iblis. Antagonisnya digambarkan masih punya perasaan sedangkan protagonisnya digambarkan secara lebih manusiawi, tidak sesuci malaikat. Meskipun banyak juga cerita tentang cinta yang terhalang kelas sosial, rasanya tidak ada seorang mertua yang sangat kejam terhadap menantunya hanya karena ia berasal dari keluarga miskin. Tentu berbeda dengan mertua di sinetron Indonesia yang menggunakan segala cara mulai menyewa pembunuh bayaran, menggunakan racun, merusak rem mobil agar terjadi kecelakaan, sampai teror-teror buta yang semakin lama justru membuat cerita menjadi tidak masuk akal.

Satu hal yang menarik lagi adalah penggunaan bahasa. Bahasa Korea memiliki kesan yang terdengar lebih ekspresif ketika digunakan. Ungkapannya mengandung nada-nada tertentu sesuai dengan apa yang ingin disampaikan. Barangkali unsur inilah yang membuat akting para tokoh bisa terlihat natural. Misalnya, ketika sama-sama berakting marah. Orang Indonesia akan cenderung menggunakan rentetan kata-kata untuk mengekspresikannya. Hal ini sedikit lain dengan akting tokoh drama korea yang memaksimalkan ekspresi dengan ungkapan-ungkapan bahasa Korea yang terdengar khas.

Apabila diperhatika lebih detail, banyak ungkapan tentang filsafat hidup, cinta dan kata-kata bijak yang diselipkan dalam dialog. “Cinta seperti sumber air. Sekali kau gali, maka akan sulit untuk menutupkan kembali.” Ini adalah salah satu ungkapan Presiden Direktur Group Mondo ketika menasehati anaknya yang jatuh cinta pada seorang perempuan yang pada awalnya ingin memanfaatkannya untuk melupakan masa lalunya yang kelam. Kata-kata ini bisa dijumpai dalam drama berjudul Miss Ripley. “Mana yang lebih penting, cinta, harapan atau kehormatan? Maka jawabannya adalah kesetiaan.” Kalimat ini diucapkan oleh Merry dalam Merry Stay Out All Nights. Tentu masih banyak lagi kalimat-kalimat semacam ini dalam drama seri Korea.

Kesan kuat dari drama Korea juga ditimbulkan dari penggunaan musik pengiring dan lagu tema. Insrumen musik digunakan secara tepat untuk menguatkan kesan dramatis di setiap adegan. Mereka juga membuat lagu tema khusus yang disesuaikan dengan cerita. Dari lagu inilah penonton bisa digiring masuk ke dalam alur cerita, seperti bisa ikut merasakan kepedihan atau kegembiraan tokoh. Musik pengiring ini juga bisa dibandingkan dengan beberapa penggunaanya di sinetron Indonesia yang mungkin sedikit monoton. Beberapa lagu yang sudah populer kadang digunakan begitu saja sebagai lagu tema. Inipun hanya muncul dalam opening sehingga tidak ada perkawinan sempurna antara isi cerita dan lagu tema.

Dimensi fisiologis dalam drama Korea juga penting untuk diperhatikan. Kita bisa melihat bagaimana penempatan seorang aktor pembantu yang berperan sebagai ayah atau ibu akan tampak natural. Apabila dibandingkan dengan sinetron kita, kadang yang berperan sebagai ibu sebenarnya lebih pantas menjadi kakak. Secara subyektif, drama Korea cukup menarik karena bertebaran dengan para aktor tampan. Selain itu, dimensi psikologis dari para aktor dengan wataknya masing-masing tampak menarik karena dibuat sedikit rumit. Kerumitan watak tokoh bukanlah hal yang mudah untuk dibangun. Unsur ini juga tergantung pada kemampuan aktor membawakan peran meraka masing-masing.

Jalinan cerita dalam plot Aristotelian klasik mulai dari protasis, epitasio, catastasis sampai catastrope akan sangat menentukan keberhasilan suatu drama. Dalam rangkaian inilah kekuatan naskah diuji, juga kekuatan penyutradaraan, setting dan keaktoran menjadi penentu. Meskipun demikian, beberapa drama Korea tersebut sedikit kurang memuaskan dalam hal ending. Mungkin ini juga masalah subyektif ketika setiap penonton akan menginginkan akhir cerita dalam versi mereka sendiri. Aktor utama yang hidup bahagia atau akhir cerita yang mengambang kadang memang sedikit mengecewakan ketika dibandingkan dengan berbagai jalinan konflik sampai klimaksnya yang menggebu-gebu.

Di Indonesia, sangat jarang produksi drama untuk ukuran layar kaca yang bisa dikatakan memuaskan. Tak banyak sineas berani menentang arus. Berbagai usaha telah dilakukan seperti munculnya beberapa cerita FTV yang menarik atau Sinema Wajah Indonesia yang lebih realistis dan bermutu. Meskipun demikian, jumlah tersebut sangat tidak mencukupi sebagai penyeimbang membanjirnya jumlah sinetron-sinetron panjang dengan cerita sama, yang tak satupun episode terlewatkan oleh para ibu-ibu rumah tangga.

Terlepas dari semua yang telah saya tulisakan, hal ini hanyalah sebuah kesan, tidak lebih. Beruntunglah para aktor yang bisa bereinkarasi berkali-kali dalam satu putaran kehidupan. Mungkin juga yang sedikit ini bisa menjadi masukan bagi para penulis naskah drama untuk membuat cerita yang lebih berkwalitas. Meskipun sudah banyak menghabiskan waktu, setidaknya saya tidak hanya sekadar menjadi penonton, tapi bagaimana bisa menjadi lebih kritis dan reflektif. Saranghaeyo...



(Research Idea: Kehidupan politik tak jauh dari dunia panggung. Hal ini akan menarik apabila dikaji dengan dramaturgi Erving Goffman. Siapa tahu ada seorang politisi yang mau dikuntit kemana-mana sampai peneliti bisa memaknai bagaimana perannya ketika berada di Front Stage dan perbedaannya ketika berada di Back Stage. Kajian ini bisa sangat mendalam dengan melihat kostum apa yang dikenakan, kata yang dipilih sampai tindakan non verbal yang dilakukan dan bagaimana semua digunakan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan, khususnya kekusaan. Tapi, kalau begini politisi mana yang mau ya?hehehe...)