Senin, 02 Juni 2014

Nge-Float

Aku tidak tahu apa jadinya kalau seusai menonton Float aku jadi menginap di kontrakanmu. Betapa nggrantesnya. Mereka memang keren, tidak perlu dipertanyakan lagi. Selama ini aku mendengarkan Float sebagai musik kamar, sambil mengingat-ingat setiap "Tiga Hari Untuk Selamanya" yang pernah kita alami beberapa kali. Dan ketika menyaksikan live-nya, wow.... Di lagu terakhir, senar gitar mas mas berkaos Jew Tube itu sempat putus, tapi mereka tetap kembali, membawakan satu lagu lagi karena penonton tak mau bubar setelah Surrender selesai dinyanyikan. Padahal, lagu itu menjadi semacam klimaks sebelum akhirnya harus diakhiri dengan Too Much This Way.  
























Konser-konser yang kusaksikan belakangan hanya menjadi semacam acara senang-senang yang tak menyenangkan. Melayang-layang lalu jatuh dengan kerasnya: mak gedebuk. Lara, cuk... ngerti gak sih kowe kuwi? yo ngerti sih, tapi piye meneh.

Kene nyedhak kene, tak dongengi. Jaman mbiyen ana mbok rondho ndhandhapan nduwe anak papat. Jenenge: Kado, Tengeng, Rawis karo Sabar. Mbareng segone wis mateng, anake papat sing lagi dolanan ning latar njuk diceluk kon mangan. Ben praktis, lek nyeluk anake mau nganggo disingkat: do..ngeng..wis..bar.. Wis yo, muah..muah..