Sudah sekian bulan blog tidak terisi. Sejenak aku
mengundurkan diri dari dunia persilatan dan hiruk pikuk dunia. Soal cinta
jangan ditanya lagi. Tambah runyam dan menggantung tanpa keberanian untuk
menyelesaikan. Soal tesis apalagi. Sama sekali belum bertambah juga itu jumlah
halaman. Semuanya terbengkalai. Banyak juga cerita menarik terlewat. Mungkin karena
aku terlalu jarang tertawa dan disibukkan oleh hal-hal yang tak seharusnya
menyibukkan. Aku begitu sibuk tak melakukan apapun, entah menulis, entah
membaca atau menonton film sekadarnya.
Sejak pertemuan terakhir denganmu, wahai teman sebelah
(jabatannya sekarang sudah diturunkan kembali secara sepihak. Sudah bukan bebeb
lagi), jujur aku begitu banyak merasa kehilangan. Buntu sudah menjadi
kepastian. Dan sekarang apa yang bisa kulakukan dengan tidak banyak mendengar
cerita-cerita darinya. Teman sebelah sibuk bekerja dan aku sibuk
membayangkannya bekerja, pekerjaan maha berat, mengubah dunia. Kalaupun aku
diajaknya bicara suatu hari nanti ketika kita bertemu kembali, tentu aku akan
kesulitan untuk mengerti, meski setidaknyambung apapun, aku dan teman sebelah
akan selalu punya sambungan untuk pembicaraan kami. Hubungan semacam ini tidak
mudah didapat. Seumur hidup memang cuma ada satu teman sebelah.
Malam ini ada IDRF, hal yang membuatku akhirnya bisa ngetik
lagi. Rasanya memang belum kehilangan kemampuan untuk hal-hal semacam ini. Menuangkan
nggrantes lewat tulisan dan tak malu dibaca banyak orang. Beberapa hari di
jogja ini serasa hidup kembali, ada kelegaan yang luar biasa meski hanya
sesaat. Kangen urip gathel sama teman sebelah itu jelas. Jelas sekali rasanya
ketika mengambil motor di kontrakannya, membuka kamarnya yang berdebu dan
sejenak membaringkan tubuh di kasur jahanam itu. “Menggigil adalah menghafal
rute menuju ibukota tubuhmu,” kubayangkan kau berbisik di telinga sambil
memelukku, mengutip sebait puisi.
Siapa yang akan kuceritai tentang film-film yang kutonton
atau novel-novel yang kubaca, sementara komunikasi kita semakin jarang. Aku tak
pernah lagi menanyakan apakah kau sudah makan, sudah mandi, sudah gosok gigi,
sedang apa, sama siapa, melakukan apa, dimana, dan segalanya. Demikian juga
denganmu. Cukup rasanya memastikan bahwa kita masih sama-sama tetap bisa hidup
meskipun tidak berdekatan, tidak lagi bersama. Apa yang kaubayangkan tentang
diriku mungkin berbeda tapi ini memang terlalu sakit. Dan tentu saja tak bisa
kuceritakan semuanya di sini. Aku memilih pergi meninggalkan dunia kita meski
tak ingin. Kau tahu bagimana itu terjadi.
Hari-hari di jogja rasanya terlalu berharga untuk dilewatkan
begitu saja di dalam kamar kost meski tidur seharian di kost rasanya lebih
melegakan daripada tidur seharian di rumah. Aneh, bukan? Begitupun aku masih
menjadi tahanan yang wajib lapor tentang segala sesuatu yang aku lakukan di
sini. Mereka lega pula karena kau tak ada di sini. Tak ada yang perlu terlalu
dikhawatirkan. Rasanya seperti tidak menjadi manusia. Sudahlah, tak perlu
dibahas lagi.
Tema IDRF tahun ini cukup menarik. Membaca lakon-lakon awal
kemerdekaan. Hari ini ada dua lakon yang dibacakan. Lakon Usmar Ismail berjudul
Liburan Seniman (1944) dan Drama Rekonstruksi Rapat BPUPKI dan PPKI
oleh Muhammad Anis Ba’asyin. Sebuah lakon yang kuat akan mampu mengundang
perhatian penonton meski hanya dibacakan. Liburan
Seniman memang sudah tidak diragukan lagi kualitasnya walau hanya dua babak
yang dibacakan. Konon katanya lakon ini masuk ke periodesasi propaganda dalam
rentang periode lakon Indonesia setelah periode romantis dan sebelum masuk ke
periode revolusi. Wow, ada yang meneliti hal beginian ternyata. Katanya juga,
lakon Usmar selalu lolos dari sensor Jepang meski di dalamnya banyak mengandung
unsur propaganda.
Lakon kedua dibacakan dengan terlalu banyak guyon. Aku tak
menyalahkan hal itu dan sangat menghargai model interpretasi naskah segila
apapun. Tapi dalam soal ini, aku sayang
pada naskahnya, merasa kasihan pada penulisnya yang sudah susah payah
merekonstruksi ulang. Dalam bayanganku malah tergambar adegan film yang merekam
kejadian itu. Lengkap dengan karakter tokoh dan bangunan suasana pada masa itu.
IDRF hari kedua tampaknya tidak akan pernah kusaksikan. Aku akan
kembali mengasingkan diri. Semoga setelah ini akan lebih banyak tulisan
menye-menye yang muncul kembali. Menye-menye yang sangat berarti buatku. Menulis
masih membuatku merasa hidup. Dan memang sekarang aku masih hidup. Kau tahu,
kadang kau menjadi saluran yang menghubungkanku dengan pengetahuan-pengetahuan.
Menjauhnya aku darimu sedikit banyak juga menjauhkanku dengan
pengetahuan-pengetahuan. Aku tidak tahu bahwa di Blitar, ada rakyat yang baru
saja mereklaim tanahnya. Dan aku masih tidak mengerti apa yang dibicarakan Bruno
Latour bahwa keseluruhan itu selalu lebih kecil dari bagian-bagiannya.
Segeralah bertemu dengan perempuan yang mengenal Arthur
Rimbaud. Mungkin aku akan merasa lebih baik kalau kau yang jahat padaku, bukan
sebaliknya. Kumpulan puisi Mira Sato kau tinggal di kontrakan rupanya. Padahal aku
ingin kau membacanya di saat-saat buntu dengan tetek bengek teori, jurnal, dan
pekerjaanmu. Salam buat teman-temanmu di sana. Semoga usaha kalian mengubah
dunia tidak akan sia-sia, setidaknya akan ada malaikat yang mencatat kebaikan
kalian semua demi cita-cita luhur kalian itu. Amin.
Kamar Kost, 6 November 2014