Senin, 19 September 2011

Sementara Bertapa: Berguru di Padepokan Gunung Reksamuka (1)

Alkisah di sebuah negeri, dua orang cantrik ingin kembali berguru untuk memperdalam ilmu mereka. sebuah pilihan telah ditetapkan dan mereka memutuskan untuk memperdalam ilmu di Padepokan Khayangan Gunung Reksamuka.

Mereka memasuki wilayah baru yang sebelumnya hanya bisa dilihat dari luar. Meskipun demikian, sedikit banyak mereka telah tahu tantangan apa saja yang akan mereka hadapi. Setahun telah dilalui dengan pengembaraan tanpa arah dan sekarang saatnya untuk kembali menemukan Sang Guru yang bisa membimbing dan menunjukkan jalan. Tak banyak mimpi dan harapan mereka ketika masuk ke padepokan itu. Sebenarnya motivasi itu muncul lebih karena keinginan untuk kembali menemukan jalan.

Maka, bertemulah mereka dengan para murid lain dari seluruh penjuru negeri. Latar belakang mereka pun beragam sehingga memungkinkan proses diskusi dan dialektika untuk menemukan apa yang mereka cari. Para begawan di padepokan itu tentu bukan orang sembarangan. Mereka telah melanglang buana ke seluruh penjuru dunia untuk menemukan jurus-jurus, ilmu dan pengetahuan baru.

Seperti sedikit mengalami shock culture ketika dua orang cantrik itu menginjakkan kaki kembali ke dunia keilmuan setelah sebelumnya tersesat di entah pada alamat mana mereka menapakkan kaki. Para begawan langsung memberi mereka tantangan dengan berbagai latihan-latihan keras yang menguras pikiran dan tenaga. Sempat mereka merasa tersesat karena situasi dan saudara-saudara seperguruan baru dengan keberbedaan mereka.

Dua orang cantrik itu hanya bisa memenuhi pikiran mereka dan selalu saja kesulitan untuk mengeluarkannya, seperti asap yang bergulung-gulung di paru-paru namun tak bisa dihembuskan. Kadang merasa sesak, kadang hal ini memang butuh pemakluman dan pembiasaan. Kadang mereka merasa asing dengan segala bentuk kesenjangan. Sudah hari kesekian tapi tak juga mereka menemukan jembatan. Guyonan yang sangat seru bagi teman-teman rasanya seperti hampa, dan dua cantrik itu hanya bisa tersenyum dengan terpaksa.

Banyak teman-teman seperguruan yang memiliki banyak pengalaman di bidang mereka masing-masing. Mereka mempunyai stock of knowledge berdasarkan realitas dan pengalaman praktis sedangkan dua cantrik itu hanya sedikit mengerti teori-teori. Itupun tak sepenuhnya dipahami dan sebagian besar sudah menguap. Pengalaman mereka masih sangat kurang sehingga pergolakan dan pemikiran hanya berhenti dalam otak.

Salah satu cantrik baru ini sangat menyukai dunia kapujanggan. Sementara para begawan di padepokan itu, tentu akan lebih banyak menuntutnya bisa menuliskan hal lain dengan standar penulisan yang sudah ditentukan.

Ah, letak padepokan yang mirip berada di khayangan, Gunung Reksamuka yang seperti tak terjangkau. Akankah dua orang cantrik itu bisa menemukan jalan pulang dengan menyunggingkan senyuman?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar