Selasa, 20 Januari 2015

Dini Hari, Hal-Hal yang Kutemui dalam Perjalanan Pulang dari Tempat Pertapaan

Aku menyebut mereka sebagai teman-teman kalong, kepada siapa saja yang tak pernah tidur di malam hari, yang menemaniku dalam perjalanan pulang, sekitar empat puluh lima menit waktu tempuhnya, bisa lebih cepat kalau mau ngebut. Saat dini hari, jalanan begitu sepi dan merekalah yang biasanya kutemui. Apakah kau masih tidak tidur di malam hari? Kalau aku masih setiap hari. Paling cepat aku tidur jam tiga pagi. Jangan tanya aku melakukan apa hingga tak pernah tidur, yang pasti bukan menulis. Aku belum bisa menjawabnya. Baiklah, kali ini akan kuceritakan tentang apa saja yang kutemui dalam perjalanan pulang saat dini hari. Aku ingin kau melihatku kali ini. Akan kukenalkan kau pada jalan, malam, dan hal-hal yang mungkin kau temui. Maka aku akan memberitahumu dengan rinci, bila suatu hari kau melakukan perjalanan sepertiku, kau tak akan menemui banyak kesulitan, meski ini juga tak mungkin terjadi. 

Bisa dipastikan kalau kau memacu motor dengan kecepatan 60-70 km/jam pada pukul tiga dini hari, kau akan bertemu dengan udara dingin yang mampu menembus jaket murahan seperti yang kukenakan. Aku tidak punya jaket anti dingin seperti punyamu itu. Udara dingin semakin mengakrabi dan aku sangat berterima kasih kepadamu atas jurus rahasia mengeluarkan angin dari dalam tubuh yang kau ajarkan padaku. Salah satu teman dari udara dingin yang sering kujumpai adalah kabut. Seandainya kau bertemu butiran-butiran air yang rapat dan lembut itu, kau tentu harus mengurangi kecepatan karena jarak pandang akan berkurang. Apabila kabut datang, kau bisa memakai siasat melawan dinginmu, berteriak-teriak atau bernyanyi kencang-kencang. Tidak ada yang akan mendengarmu, tidak ada pula yang akan menganggapmu gila. Saat-saat inilah kau akan bertemu dengan teman-teman kalong lain. Mereka akan mendahuluimu atau sebaliknya, sambil kau harus terus waspada dan  berhati-hati menghindari lubang-lubang jalan.

Teman kalong yang pertama dan cukup berbahaya adalah penjual sayur. Di kehidupan sebelumnya, mungkin mereka ini adalah para pembalap dunia. Mereka biasanya kulakan sayur sejak pagi buta. Segala macam sayuran, bahan makanan, sampai jajanan, dibungkusi dengan plastik lalu ditata, diletakkan atau dicantelkan dalam kerangjang. Setiap hari mereka membonceng keranjang yang penuh dengan muatan. Sebagian besar dari mereka laki-laki. Mereka berkendara dengan kecepatan tinggi, padahal motornya kadang sudah tak layak lagi, yang terpaksa harus dipacu begitu rupa. Penjual sayur biasanya tidak melakukan perjalanan sendirian. Kau akan bertemu dengan lima orang sekaligus yang bisa mendahuluimu secara bergantian. Kalau sedang malang, mereka tanpa sadar bisa kehilangan barang dagangannya di jalan. Kalau barang dagangannya tidak diiikat kuat, bisa jadi akan jatuh di jalanan. Jangan heran kalau kau bertemu segepok kerupuk yang jatuh dijalanan, pernah pula bungkusan kresek hitam berisi roti bolang-baling. Barang-barang yang terjatuh ini pun bisa jadi bahaya. Kalau kau menghindarinya saat kecepatan motor tinggi, akan sangat beresiko mengganggu keseimbangan. Kau boleh memungut barang-barang yang terjatuh itu, meski aku tak pernah melakukannya.

Kalau kau pulang agak pagi menjelang terang, biasanya kau akan banyak bertemu dengan truk tangki pengangkut air. Mendahului mereka ini gampang-gampang susah. Laju mereka kadang memang tidak terlalu kencang. Tapi karena sempitnya jalan, susah untuk mengambil tempat sebelum menyalip. Kau harus memastikan dulu bahwa tidak ada kendaraan lain yang melaju dari arah berlawanan dalam jarak dekat. Yang menyebalkan, kalau mereka sedang melaju kencang sedangkan kesempatan untuk mendahului tak datang-datang. Kau harus rela mengekor mereka dengan menghirup karbon monoksida dan bau solar yang memuakkan. Kalau sudah begitu, jaket harus dicuci sampai rumah, termasuk juga muka. Sebentar kau mungkin akan merasa hangat karena asap knalpot yang meniup-niup tubuhmu, tapi ini sungguh memuakkan.

Truk tangki tak beda jauh dengan truk bermuatan pasir atau batu. Mereka biasanya berangkat dini hari untuk mengambil muatan. Bahkan, ada yang tujuannya sampai ke Kulon Progo. Beberapa truk akan mengambil muatan di daerah utara. Aku tidak terlalu banyak tau kemana mereka pergi, juga tidak tertarik untuk mengikuti mereka. Kau harus berhati-hati kalau ingin mendahului mereka di jalan menanjak. Truk-truk itu akan berjalan sangat lambat. Lebih lambat lagi kalau truk itu sudah bermuatan, tapi ini jarang terjadi. 

Teman-teman kalong lain adalah orang-orang yang entah kemana tujuannya. Mereka biasanya berkendara sendirian atau berboncengan. Aku tidak tahu mereka akan pergi kemana. Sebagian memang bisa ditebak. Kalau yang membawa tas besar dan kardus-kardus, mereka mungkin sedang diantar untuk bepergian jauh naik bus atau kereta. Kalau ada anak muda yang membawa tas punggung besar, mereka mungkin mahasiswa yang akan kembali ke kota tempat mereka kuliah. Kalau malam minggu, kau bisa mencurigai sepasang laki-laki dan perempuan yang berboncengan mesra sebagai pasangan selingkuh, tapi ini tentu imajinasi yang terlalu berlebihan.

Bicara soal malam minggu, teman-teman kalong lain adalah anak-anak muda yang sering mengadakan balapan. Mereka bergerombol di pinggir jalan sepi, biasanya pada track lurus yang cukup panjang. Aku belum pernah menyaksikan balapan mereka seperti apa, belum pernah pula aku diberhentikan karena jalannya mereka sita sementara. Mereka anak-anak berusia es em pe hingga es em a, yang biasa terlihat duduk atau nongkrong-nongkrong di pinggir jalan sambil merokok dan mengobrol dengan asiknya.

Di daerah selatan, sekitar tempat pertapaan, kau akan banyak menjumpai orang-orang yang sering ngawur jalannya. Mereka berkendara tanpa pernah menghidupkan lampu di malam hari, tanpa pernah menghidupkan lampu sen jika belok. Padahal, jalanan naik turun begitu sungguh berbahaya kalau tiba-tiba ada orang di depanmu, belum lagi kalau hujan dan jalanan licin. Sempat suatu kali aku ingin berhenti dan bertanya kepada mereka. Maksud mereka itu apa? Apakah dengan begitu mereka merasa hebat? Orang-orang sama sekali tak sayang pada nyawa sendiri. Orang-orang yang sungguh menyebalkan. Mungkin kalau kau yang bertemu mereka, semua pisuhan dan nama-nama hewan di kebun binatang akan kau keluarkan.

Kau juga harus berhati-hati dengan mobil-mobil yang berpapasan denganmu. Kau harus benar-benar memperlambat laju motormu. Lampu mobil mereka seringkali menyilaukan mata. Untuk sesaat jalanan bisa sama sekali tak terlihat. Untunglah mataku masih bisa diajak berkompromi, tapi kurasa matamu tidak. Kalau sempat bertemu mereka, titip pisuhan bertubi-tubi dan keluarkanlah semua nama-nama hewan di kebun binatang hingga kau lega. Pengendara mobil kurang ajar seperti itu akan sangat sering kau temui. Seolah-olah hanya mereka saja yang punya mobil, yang punya lampu paling terang sedunia hingga kami yang cuma naik motor ini didzolimi seenaknya.   

Kau juga akan menemui hal-hal tak terduga di jalanan. Suatu hari, aku pernah menjumpai orang mati yang dikuburkan dini hari. Aku sempat terkejut karena tiba-tiba terlihat banyak orang berdiri di tengah jalan. Kukira sedang ada kecelakaan atau mungkin sedang ada balapan, ternyata tidak. Setahun yang lalu, bapak dan ibuk pernah mengalami kecelakaan di daerah itu juga. Aku sempat merasa miris. Ah, sudah setahun rupanya. Orang-orang itu membawa tongkat bercahaya merah dan menyuruhku berhenti sebentar sampai mobil jenasah masuk dalam pelataran kuburan yang kebetulan ada di pinggir jalan. Kalau biasanya orang mati itu dipikul, yang ini dinaikkan mobil bak terbuka. Cukup aneh rasanya. Memang di beberapa tempat, orang mati harus segera dikuburkan jam berapapun ia meninggal. Kalau ada yang mati jam 12 malam, setelah persiapan semua selesai, akan langsung dikuburkan dengan segera. Kukira memang seperti itu juga kebiasaan di daerah ini. Tapi ternyata tidak. Keesokan harinya, aku mendengar cerita bahwa orang yang dikubur semalam adalah penderita AIDS. Katanya, mayat dengan perlakuan khusus itu dikuburkan oleh petugas berwenang dari dinas kesehatan yang sudah berpengalaman.
 
Selain teman-teman kalong, kau akan menemui hal-hal lain yang cukup berbahaya. Di daerah sekitar kuburan yang kuceritakan tadi, sering ada mangga jatuh yang kalau kau tak sengaja melindasnya. Mangga-mangga itu licin dan bisa jadi akan membuatmu tergelincir, paling tidak hilang keseimbangan. Setelah hujan atau angin tiba, kau harus berhati-hati dengan ranting patah yang menghadang di tengah jalan. Kalau kau tak hati-hati, patahan ranting itu bisa nyrimpet kaki atau masuk jeruji roda. Kau harus berhati-hati pula dengan kucing yang tiba-tiba menyebrang. Mereka seringkali sangat mengagetkan. Kalau sudah kepepet, tabrak saja mereka, meski aku juga tidak tahu apakah kucing yang mati itu lebih baik daripada kau yang mati. Konon katanya menabrak kucing hingga tewas bisa membawa sial. Kalau kau terburu-buru dan tak sempat mengambil mayat kucing itu untuk dikuburkan dengan layak, keesokan harinya kau harus memandikan motormu dengan air kembang lalu membuat bubur merah putih agar sang sial tidak menempel padamu. Mengingat kau yang kacau akhir-akhir ini, coba ingat-ingatlah apakah kau pernah menabrak kucing? Atau apakah kau pernah pipis sembarangan di bawah pohon? Aku tahu kau tidak akan percaya ucapanku.

Mungkin bagian inilah yang akan paling kau sukai. Kalau kau lapar pada dini hari dalam perjalanan pulang, akan kutunjukkan padamu tempat-tempat makan yang cukup lumayan. Kau bisa mampir di Pasar Kerten. Pasar itu selalu ramai sejak dini hari. Ada penjual nasi pecel, soto, penyetan, garang asem dan sebagainya. Aku pernah mencoba penjual yang di tengah. Agak kurang enak masakannya. Cobalah penjual yang di pinggir, paling selatan. Aku pernah makan dengan ibuku di sana. Semangkuk soto, nasi pecel dengan lauk ati ayam dan dua gelas teh hangat cukup lima belas ribu saja. Kata ibuku, soto di situ tidak ada rasanya. Cobalah menu lainnya. Kau bisa makan sambil menikmati suasana riuh para pedagang. Suara orang yang memecah kelapa, tawar menawar, dan kalau kau beruntung, kau bisa menguping pembicaraan menarik di antara mereka. Kau bisa makan juga di daerah Paron. Setelah melewati pasar, ada jalan sedikit menikung, sebuah warung nasi pecel buka malam hari, sebelah kanan jalan dari arah selatan. Karena sebagian pengunjungnya adalah laki-laki, aku tak pernah mampir ke sana. warung itu ramai sekali meski kata orang masakannya tak begitu enak, mungkin karena orang-orang itu lapar. Ada desas-desus juga kalau penjual nasi pecel itu punya pesugihan hingga warungnya tak pernah sepi, tapi jangan percaya yang terakhir kukatakan itu.

Dua kali kau akan menjumpai pasar. Pada hari-hari pasaran tertentu, pasar-pasar ini ramai sekali. Orang-orang berseliweran tanpa memperhatikan jalan. Siapkanlah jarimu untuk memencet klakson. Sangat disarankan kalau kau ingin mayak dengan membunyikan klaksonmu berulang-ulang. Orang-orang itu tak pernah peduli dengan motor yang lewat ketika menyebrang. Sembarangan sekali. Pelankan motormu. Kau boleh mengumpat orang-orang yang sudah keterlaluan ngawurnya. Kalau untuk itu, aku yakin kau sudah tidak perlu disuruh lagi. Ah, helmku yang bermerk dan berwarna sama denganmu, bahkan sama-sama dibelikan oleh para ibu itu sudah dipinjam orang dan tak dikembalikan. Suatu pertanda!

Satu hal lagi yang paling berbahaya adalah pikiranmu sendiri. Aku sering melamun saat berkendara sendirian di jalanan sepi dan dingin. Seringkali kau yang melintas di kepalaku. Mampirlah ke rumah. Aku menunggumu. Lain kali akan kuceritakan  tempat pertapaan itu. Kalau boleh mengambil gambarnya, akan kutunjukkan padamu. Sampai ketemu.

20 Januari 2015

1 komentar:

  1. bagaimana menurutmu kata sapa yg cocok untuk seorang penulis? sdh lama sekali sejak kita secara tak sengaja bertemu dan makan pentol corah rame2 d alun2 ngawi :-d

    BalasHapus