Rabu, 04 Januari 2017

Persoalan-Persoalan Rumah Tangga Masjarakat di Pedesaan Jawa

Judul di atas tidak dimaksudkan untuk menggambarkan isi tulisan pendek ini. Sebuah cerita yang tersusun dari kisah-kisah acak orang-orang yang kebetulan entah dengan sengaja atau tidak saya dengar ceritanya dari orang kedua atau ketiga atau dari sumbernya secara langsung. Mereka menanggung hidup yang tidak sederhana. Desa bukan tempat yang hijau permai penuh damai. Kedamaian dapat dirasakan dari cara mereka menyikapi hidup, tetapi tidak dengan hidup itu sendiri.

Ketertarikan saya dengan manusia-manusia ladang membuyarkan lamunan. Mereka tidak sederhana. Mereka orang-orang yang bertanggung jawab untuk hidup dan terus hidup dengan segala daya upaya yang bisa dilakukan. Saat ini musim panen kacang. Para peladang sambat bahwa para pengebas itu tak punya perasaan. Mereka menentukan harga seenak udelnya. Sama sekali tak sebanding dengan harga benih dan biaya pemeliharaaan. Sebagian peladang menyerah. Menjual kacangnya dengan harga murah. Sebagian memutar otak dengan mencari penjual dan memanen kacang dengan tenaganya sendiri untuk mengirit biaya tenaga. Seluruh anggota keluarga dikerahkan untuk memanen hasil yang tak seberapa.

Perputaran uang di sini berjalan lambat. Sambil menunggu waktu, orang-orang ladang sibuk mencari pinjaman. Sehari belum tentu bisa makan kenyang. Beberapa orang memelihara sapi atau kambing. Sehari-hari mereka mencari pakan di ladang-ladang dan dipanggul hingga ke rumah. Semenderita-deritanya saya, tak sebanding dengan kerja dan keringat mereka. Hanya untuk terus bertahan hidup dan hidup dan keluarga dan biaya sekolah anak-anak mereka.

Pak J tak punya rumah lagi karena diusir istrinya. Hidupnya terpaksa menumpang kesana kemari. Mantan istrinya yang dulu sudah tak mau menerimanya lagi. Hingga pernah ia menumpang hidup sebagai penjaga kandang ayam. Tak terbayangkan bau busuk yang harus ditanggungnya setiap hari. Tak kuat bertahan, ia pun pergi dari kampung ini. Entah kemana sekarang.
Mbak W adalah janda dengan empat orang anak. Ia keluar dari pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga. Seminggu yang lalu anaknya yang pertama meninggal. Dan saat ini mbak W masih berduka namun terus berjualan makanan keliling. Kenapa tidak ada kisah yang bahagia? Tentu saja ada. Bahagia itu cuma soal cara pandang yang tak semua orang bisa melihatnya dari sisi yang sama.

Hidup di tengah ladang, di pinggir sungai, yang jika tak ada yang dimasak tinggal memetik daun-daun singkong ternyata juga tak buruk-buruk amat. Di sini saya tetap bisa membaca buku selama yang saya mau, menonton film-film yang tak lagi menarik. Ketertarikan yang dinikmati seorang diri menjadi sama sekali tak menarik. Itulah kenapa manusia sudah semestinya berbagi.

Di sini terlalu banyak kisah cinta. Dari remaja hingga soal perselingkuhan khas masa-masa puber kedua. Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika cinta orang-orang ini bisa begitu dasyat, bahkan membunuh. Saya kira soal-soal begini hanya menimpa orang-orang dalam adegan sinetron, antara pak bos dan sekretarisnya, antar teman sekantor dan segala bentuk hubungan bias perkotaan yang begitu membanjir lewat cerita-cerita tak masuk akal di televisi. Di sini cinta begitu nyata dengan segala bentuk hubungan sebab akibatnya. Semua menjadi masuk nalar dan mudah sekali dicerna. Kadang begitu ruwet tapi juga bisa menjadi sangat sederhana. Kadang dengan sekian banyak alasan, kadang bisa sama sekali tanpa alasan.

Sudah, terlalu banyak cerita hingga cuma jadi menyentuh permukaan-permukaannya saja. Bahkan permukaan pun sebenarnya belum bisa dikatakan tersentuh. Pak H beserta istri dan tiga orang anaknya memang terbiasa hidup susah. Pekerjaannya sebagai tukang dekorasi acara pernikahan sama sekali tak menjanjikan. Ia bercerita kalau pernah mengalami seminggu hanya makan nasi dengan garam. Dan sampai sekarang mereka tetap hidup dan bahagia.


Sudah, kapan-kapan saja saya lanjutkan lagi kalau mau. Buat para pembaca semua, mohon maaf sebesar-besarnya karena sudah menyita waktu kalian yang berharga untuk hal tak penting ini. Daaadaaa...


4 Januari 2017 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar