Percakapan kembali dilanjutkan..
21 Desember 2008
# Bukankah kita hanya mayat-mayat yang mati di dunia? Berjalan tanpa tujuan dalam penjara jasad busuk penuh dosa? Bukankah kita sebenarnya telah mati di dunia ini? Ada yang menggangu sebelum waktu pemahamanku tiba. Bodoh juga kalau aku harus mengikuti kehidupan asketisme para sufi. Hidup seperti adanya begini kadang-kadang membuatku muak. Meninggalkan dunia? Moksa?
## Jadi, menurut kamu bagaimana baiknya?
# Banyak yang bilang harus bersyukur. Itu pun terdengar seperti kata yang berusaha untuk menentram-nentramkan bukan? Banyak pertentangan tanpa dasar yang jelas, padahal tak seharusnya dipertentangkan. Kegelisahan tetap saja tak mau pergi. Gak rau ne, lagi error.
## Sama.
# Orang-orang kadang mempersamakan dan membedakan sesuatu semaunya sendiri. Dengan nilai-nilai yang mereka ciptakan sendiri. Terkekang hanya dengan kata seharusnya.
## Aku semakin bingung dengan kata-katamu yang bersayap-sayap. Kebingungan mungkin bagian dari pembelajaran. Aku lebih baik diam.
# Selamat ngimpi, kawan..
..........................
Darinya, 10 Desember 2008
Cinta mengajariku untuk tak berkata-kata. Hati ini begitu tersembunyi, hingga mata pun sukar mencerna. Dan... Ketika Jiwa mampu berkata-kata, raga ini tak lagi mendampingi. Perca-perca cinta itu pun telah menjadi jubah raja. Tetes-tetes air mata kini menjadi belanga tak berwarna. Aku cukup pinta bukti cinta, satu kecupan keningmu yang terlara.
# apapun tentang cinta, aku telah melupakannya. Segala hal yang teringat adalah keburukan dan penderitaan. Mungkin benar perkataanmu di malam itu. Dunia ini diciptakan tanpa cinta. Kalaupun sejatinya itu ada, maka ia tak pernah sampai kepada manusia-manusia seperti kita. Bahkan percikannya pun tak pernah sampai. Terlara dan bahagia dalam satu waktu. Kedukaan adalah minuman paling memabukkan dalam segelas piala berisi cinta. Ia bukan benda hingga tak dapat terasakan. Tak dapat terasakan dengan indera. Barangkali kita memang belum mengenal jiwa kita sendiri. Lupa atau apalah namanya.
....................................................................
31 Desember 2008
Akan berceritalah saya tentang ngelmu. Sepertinya tulisan ini akan berisi sesuatu yang sangat berat. Sangat berat sampai tak bisa tertuangkan dalam tulisan. Isinya bukan lagi main-main tentang cinta atau sekadar becerita kehidupan manusia. Ini akan memuat sesuatu yang sangat berbeda. Bahkan orang akan tersesat ketika tak mampu memahaminya. Tak akan bisa mengurai keruwetannya tanpa jalan terang yang sengaja ditunjukkan. Ngelmu tak begitu saja bisa dipelajari dan dipahami. Penting untuk mengamalkan apa yang telah dimengerti. Apapun yang akan dituliskan merupakan sesuatu yang sangat sakral. Tak sembarang orang bisa membaca tulisan semacam ini. Beberapa diantaranya akan menganggap tulisan semacam ini hanya sebagai bualan orang gila kesepian. Bagi yang lain, mereka akan seperti mendapatkan mata air di tengah dahaganya kehiduapan dunia. Bagi yang lainnya lagi, mereka akan menganggap kalau tulisan ini menyesatkan dan harus segera dilenyapkan sebelum jatuh korban. Sedasyat itukah tulisan ini nantinya? Tentu tidak begitu. Jangan sampai anda tertipu dengan awalan yang saya buat sedemikian. Hanya pengarang bodoh, mana mungkin bisa buat tulisan tentang hal yang saya sendiri tidak mengerti.
Tentu saya juga tidak akan mengecewakan anda. Sedikit saja barangkali saya bisa bercerita. Tentang yang saya dengar dan renungi sendirian. Entah siapa yang benar dan salah. Tapi hanya ini yang bisa saya bagi.
Seseorang datang di malam satu Muharram kemarin dulu. Malam yang sangat sakral dimana banyak orang-orang spiritual memanjatkan doa di tempat-tempat tertentu. Banyak sekali doa barsama digelar pada malam itu. Demikian juga dengan padepokan-padepokan atau pertapaan-pertapaan. Mereka berlomba-loma untuk ngalap berkah dengan berziarah ke makam para aulia atau menggelar ritual-ritual yang mereka percaya.
Orang yang datang itu kemudian memulai ceritanya. Selama ini ia telah banyak mengobati orang, beberapa orang diantaranya sakit karena kesurupan. Hati-hati bagi mbak-mbak yang biasa merenungi nasib dengan pikiran melayang atau kosong mengambang. Apalagi di bulan suro seperti sekarang. Akan banyak sekali dhedhemit dan setan yang bergentayangan. Mencari ruang dalam pikiran kosong manusia untuk kemudian memasukinya. Mengeluarkan hantu yang merasuki tubuh manusia tentu juga bukan pekerjaan yang mudah. Harus bisa merapalkan doa-doa tertentu. Lengah sedikit saja, orang yang mengobati bisa ikut kesurupan juga. Roh itu bisa masuk tubuh manusia melalui nafas. Orang yang bernafas di dekat si kesurupan bisa ikut kesurupan juga. Roh itu bisa bertahan dalam tubuh manusia dan mengambil alih fungsi-fungsi otaknya. Kalau terlalu lama dan berada dalam tubuh manusia, akibatkanya bisa fatal. Meskipun bisa dikeluarkan, kalau terlalu lama orang yang kesurupan tersebut bisa meninggal. Setidakkanya, resiko terkecilnya adalah mengalami gangguan jiwa. Cara mudah untuk mengeluarkan roh dari tubuh manusia adalah dengan menekan jari telunjuka kaki dengan keras. Posisi tangan—jempol dan telunjuk masing-masing menekan kedua sisi jari telunjuk kaki secara menyamping. Cara ini pun harus disertai dengan doa tertentu. Para roh itu biasanya kehilangan tempat tinggalnya. Pohon-pohon yang menjadi rumahnya ditebang oleh manusia hingga mereka mencari rumah baru, yaitu tubuh manusia itu sendiri. Sekian tentang surup-kesurupan.
Berikutnya adalah tentang hawa murni dan apapun yang berkaitan dengan hal itu. Bagian ini dijelaskan dengan bahasa kawi. Jadi, mohon maaf kalau saya tidak mengerti. Pengen menjelaskan tapi takut menyesatkan. Akan labih baik kalau tak dituliskan saja. Kalau penasaran anda bisa bertanya kepada orang yang bersangkutan.
Tentang ngelmu yang saya janjikan di atas, mungkin butuh pikiran ekstra untuk menjelaskannya. Sementara malam ini saya justru tak bisa banyak berpikir. Rasanya lelah sekali. Mungkin karena doa yang terlalu banyak terpanjatkan. Orang ketika memanjatkan doa dengan sungguh-sungguh, maka tubuh dan badan ini akan terasa sangat lelah. Benarkah? Mungkin bukan itu juga penyebabnya. Saya ini orang yang kebanyakan dosa. Sulit bisa berdoa dengan sesungguhnya. Saya hanya malas saja mengurai benang ruwet yang sangat ruwet.
..................................
Tentang hal lain lagi. Lha nulis kok gak pernah tuntas tho...
Ada Cinta dalam Bus Kota
Barangkali memang perempuan itu mempunyai sifat dasar egois yang luar biasa. Saat kembali ke Jogja setelah liburan penuh dosa, saya kebetulan duduk bersebelahan dengan sepasang suami istri. Mereka naik dari dekat terminal Tirtonadi, Solo. Barangkali memang mereka adalah pasangan muda. Tujuan mereka ke Purwokerto tapi tampaknya akan singgah ke Joga karena sang istri tampak kelelahan luar biasa. Apa semalam....? Atau mereka baru saja menempuh perjalanan jauh.
Hari itu memang panas luar biasa. Mereka naik bertiga. Seorang lagi adalah remaja laki-laki. Barangkali ia adalah adik dari si perempuan. Panas dan mungkin juga lapar. Mereka akhirnya membeli nasi bungkus yang dijual pedagang asongan di dalam bus. Pedagang ini menawarkan nasi ayam dengan harga lima ribu sedangkan nasi telur dengan harga tiga ribu rupiah. Si istri tampaknya salah paham, mengira kalau nasi ayam itu harganya cuma tiga ribu rupiah. Setelah transaksi, si pedagang komplain karena uangnya kurang. Sedikit terdengat perselisihan, si istri mengalah. Si istri ini tampak sangat perhitungan. Ia bertanya berapa ongkos kalau langsung ke Purwokerto dan ongkos kalau misalnya akan singgah dulu ke Jogja. Si istri juga tak ikut membeli nasi ayam. Ia hanya membeli arem-arem seharga seribu rupaih. Beberapa saat kemudian ia membeli dua bungkus melon yang diplastik. Bukannya bermaksud stereotyping tapi ya terserah saya maua bilang apa. Toh ini pendapat saya sendiri.
Suami istri mengenakan batik berwarna biru. Yang istri mengenakan jilbab putih pendek. Sedangkan yang laki-laki membawa tas bercorak hijau mirip tentara. Tas itu tampak berat dan penuh. Mereka juga menjinjing tas kresek hitam yang lumayan banyak jumlahnya. Satu kantong bersisi oleh-oleh. Dan lainnya tak tahu isisnya karena saya tak bisa ngintip. Mereka terlihat sangat mesra. Di tengah udara yang panas, sang suami menyelipkan tangannya di ketiak sang istri. Ia lalu mengelus-ngelus tangan sang istri dengan mesara. Mendekapnya. Sang istri kemudian menyandarkan kepalanya di bahu sang suami. Saya terasing pi pinggir. Mepet ke jendela. Sesekali terdengat mereka bercakap dengan dialeg khas Purwokerto. “Iki kepriwe? Arep terus apa mampir ka Jogja?”
Tiba-tiba saja, sang istri teringat ada barang yang ketinggalan. Kalau saya tak salah nguping, barang itu adalah foto. Mungkin juga foto perkawinan. Sang istri langsung cemberut. Meminta suaminya untuk SMS bapaknya dan meminta foto itu segera dipaketkan. Sang suami merasa tak enak kalau harus SMS dan merepotkan bapaknya. Sang istri tampak menyalahkan kelalaian sang suami yang lupa membawa foto itu. Sang suami ganti tak mau disalahkan. Sang istri juga memaksa untuk segera SMS, sang suami menolak desakan istrinya. Ia hanya memencet-mencet tombol hp tapi mengurungkan mengirim pesan yang telah ia tuliskan. Si istri sewot terus, padahal belum kesalahan belum tentu terletak pada suaminya. Ia lalu memalingkan badannya ke arah luar. Sang suami dipunggunginya begitu saja. Lucu melihat tingkah perempuan seperti itu. Jadi membayangkan, apakah nanti saya juga akan seperti itu.
Beberapa saat kemudian, saya ikut terlelap karena tak tahan dengan cuaca panas. Bus ekonomi macam begini memanjakan penumpangnya dengan debu dan gumpalan asap yang mulek di dalam bus. Sang istri ternyata telah membalikkan badannya lagi. Ngruntel lagi di tubuh suaminya. Apa gak panas ya? Panasnya dunia akan dingin karena cinta.
.................................
Malam tahun baru ini tak ada yang istimewa. Hanya lagu rock yang menemai sepi. Kali ini sampai berjingkrak-jingkrak melepaskan beban. Tak ada yang menyangka bukan? Kalau saya bisa ngedan seperti ini. Kontemplasi tak pernah mati. Tapi ada yang mati untuk tahun ini dan hidup untuk tahun depan. Apakah itu? Kata Adit kecil, “Rahasia dong..”
.............................
1 Januari 2009
Ada yang berduka di seberang sana. Memandang ledakan kembang api dengan perasaan sangat melankolis. Hatinya berkaca-kaca, sedangkan matanya nanar menatap hingar bingar langit sebelum pergantian tahun. Ada yang akan pergi untuk tahun ini. Ia akan kehilangan seorang kakak temon. Kakak yang sempat memberinya kebahagiaan dengan perhatian dan kabaikan budinya. Kakak itu akan pergi. Menjelang hari depannya bersama seorang janda yang kebetulan diyakini untuk mendampingi hidupnya. Kesedihan mulai memuncak. Tak seharusnya ia merasa sedih begini. Merelakan demi kebahagiaan adalah pengorbanan paling indah. Ia merasa bukan siapa-siapa yang bisa melambatkan langkah kakaknya untuk segera berlari.
# Atiku krasa arep kelangan. Kakangku lanang mbarep dhewe. Sedawaning wengi mung bisa nggetuni. Nanging bisa apa aku iki. Senajan to mung adhi temon..Aku iki dudu sapa-sapa.
## Paseduluran iku ora bakal pedhot sadurunge sukma uwal saka raga. Ora usah susah uga getun. Kasunyataning urip pancen wis digarisake. Mergo asihe adhi kang sejati, yaiku nalika bisa melu ngrasaake senenge kakange.
# Samestine aku melu bungah. Nanging anane amung rumangsa dilalekke. Beda, tindak tanduke, solah bawane wus beda. Adoh, saya adoh rasane. Biyen-biyene piye nalika sepi ra ana kanca sms. Sawise seneng banjur ilang dumadakan. Mak dheg. Rasa-rasane ati kaya digembosi. Abot olehku ambegan..
## Percaya wae yenkakangmu sejatine isih tansah kelingan. Yo mungkin pancen akeh kang dadi pikiran. Iku ora berarti dheweke sengaja nglalekke sliramu. Disuwun pangertene wae.
.................................
16 Januari 2008
Setelah sebuah kejadian tentang itu, sesuatu terungkap dan barangkali sangat menyakiti.
# Semua terjadi berawal dari dia. Kemudian mengalir melalui hari-hari tanpa hilir. Pesan dari kenangan pun terbaca juga oleh hati. Kemudian tangis ini meronta-ronta bagai petir tua. Seakan ada tawa di balik luka. Neneka tak bermuda itu pun berjalan dengan tulang-tulang tak perawan. Demi mengabarkan hinanya cinta ke ujung dunia.
## Malam kembali tak bisa menemukan matahari. Begitu beku dan dingin. Seekor betina kembali terjebak dalam perangkap yang sama. Betapa bodoh, betapa malangnya dia. Kembali jatuh. Hanya untuk menangkap bayangan matahari di itas riak kali. Dalam sebuah sudut malam yang beku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar