Kamis, 16 Desember 2010

Ringkasan Ide tentang Masyarakat Sipil dalam Chandhoke, Neera, Benturan Negara dan Masyarakat Sipil

Pembicaaraan tentang masyarakat sipil selalu terkait dengan pembicaraan tentang negara. Dalam perkembangannya, konsep masyarakat sipil terus mengalami perubahan seiring dengan berbagai perubahan konsep tentang negara. Negara dipahami sebagai entitas yang berusaha untuk mengontrol dan membatasi praktik politik masyarakat dengan membangun peraturan politik. Praktik negara tersebut menyentuh arena dimana terdapat mediasi dan kompetisi; tempat dimana masyarakat masuk dan berhubungan dengan negara. Arena tersebut bisa didefinisikan sebagai masyarakat sipil.

Nilai-nilai dari masyarakat sipil adalah partisipasi politik, adanya pertanggungjawaban negara dan publisitas politik. Konsep ini diambil dari tradisi pemikiran Montesquieu, De Tocqueville dan Habermas (bukan dari Chandhoke). Sebagai institusi, masyarakat sipil adalah forum yang representatif dan asosiatif, pers bebas dan asosiasi sosial. Anggota dalam masyarakat sipil dalah individu yang mempunyai hak-hak dan dibatasi secara yuridis, yang disebut warga negara. Dan perlindungan terhadap anggota suatu masyarakat sipil termaktub dalam kata dan lembaga hak asasi. Masyarakat sipil kemudian menjadi tempat diproduksinya kritik rasional yang memiliki potensi untuk mengawasi negara. Masyarakat sipil memiliki hak-hak istimewa dari teori demokrasi sebagai pra kondisi yang vital bagi eksistensi demokrasi. Eksistensi masyarakat sipil tidak selalu berarti melawan negara, atau akan melanggar batas-batas politik yang dibangun negara. Seperti yang dikatakan Gramsci, hegemoni masyarakat sipil bisa menjadi tangan pertama bagi negara dalam proyek pengendalian praktik sosial.

Seperti halnya hubungan antara negara dan masyarakat, konsepsi tentang masyarakat sipil juga mengalami evolusi. Ide masyarakat sipil muncul sejak lahirnya istilah zoon politicon ala Aristotelian di Yunani. Konsep ini berkembang lebih jauh karena pada dassarnya masyarakat sipil bukanlah masyarakat politik. Pada masa Romawi, mulai dikenal adanya konsep masyarakat sipil yang lebih modern. Orang mulai mengenal dikotomi antara kehidupan politik dan sipil. Konsep selanjutnya digagas oleh Locke dan Hobbes yang merumuskan adanya hubungan antar individu dan antara individu dengan negara sebagai hasil kontrak.

Dalam ekonomi politik klasik, ruang dimana individu saling bertemu dan mendapatkan kebutuhannya disebut sebagai masyarakat sipil. Masyarakat sipil dalam ekonomi klasik, muncul tidak hanya sebagai sistem pemenuhan kebutuhan, namun juga sebagai rumah untuk kesadaran diri individu. Evolusi konseptual tentang masyarakat sipil berkembang seiring dengan munculnya teori liberal. Kekuasaan negara tidak dapat dihilangkan atau bahkan direduksi ke minimun. Masyarakat yang kompleks membutuhkan negara untuk melestarikan ketertiban, hukum dan memegang legalitas. Tetapi, negara harus dibatasi. Masyarakat sipil harus menemukan alat untuk membatasi kekuasaan negara. Kekuasaan negara harus dibagi ke wilayah-wilayah di luar negara, dan salah satunya melalui asosiasi-asosiasi sosial, kultural, profesional dan religius.

Dari sinilah muncul konsep masyarakat sipil sebagai asosiasi sosial oleh Tocqueville. Suatu asosiasi dapat mempersatukan pikiran sehingga asosiasi meminjamkan suatu koherensi dengan kehidupan publik, mengusahakan keutamaan civic, dan menanamkan nilai-nilai demokrasi. Dalam fase liberalisme ini, masyarakat sipil digunakan sebagai konsep yang utama untuk mengorganisasi hubungan negara-masyarakat. Namun, teori ini gagal mengidentifikasi masalah dalam masyarakat sipil yang rentan terhadap fragmentasi dan perang. Masyarakat sipil memerlukan prinsip integral untuk mempertemukan kontradiksi di dalam dirinya.

Konsep masyarakat sipil kemudian dijelaskan dalam tradisi Hegelian, Marxian dan Gramscian. Dalam tradisi pemikiran Hegel, Masyarakat sipil terdiri dari individu-individu yang masing-masing berdiri sendiri atau bersifat atomis. Masyarakat sipil ditandai dengan pembagian kelas sosial yang didasari pada pembagian kerja yaitu kelas petani, kelas bisnis dan kelas birokrat atau pejabat publik (public servants). Masyarakat sipil adalah masyarakat yang terikat pada hukum. Hukum diperlukan karena anggota masyarakat sipil memiliki kebebasan, rasio dan menjalin relasi satu sama lain dengan sesama anggota masyarakat sipil itu sendiri dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka. Hukum merupakan pengarah kebebasan dan rasionalitas manusia dalam hubungan dengan sesama anggota masyarakat sipil. Tindakan yang melukai anggota masyarakat sipil merupakan tindakan yang tidak rasional. Dalam kerangka teori dialektikanya ini, Hegel menempatkan masyarakat sipil di antara keluarga dan negara. Dengan kata lain, masyarakat sipil terpisah dari keluarga dan negara.

Marx mengkritik pemisahan negara dan civil society dari Hegel menjadi penyebab keterasingan manusia. Logika Hegel mengenai negara membawahi civil society dibalik menjadi civil society membawahi negara. Logika pembalikan ini bisa dijelaskan dalam pengertian civil society sebagai masyarakat borjuis dan negara merupakan alat di tangan borjuis untuk melanggengkan proses penghisapan terhadap kaum buruh. Marx memandang civil society sebagai masyarakat yang dicirikan oleh pembagian kerja, sistem pertukaran dan kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi. Pandangan ini memang sama dengan pandangan Hegel, tetapi kemudian ia menambahkan bahwa masyarakat sipil itu terbagi dalam dua bagian yaitu kaum majikan atau kaum borjuis sebagai pemilik alat produksi (property-owners) dan kaum buruh atau kaum proletar yang tidak memiliki alat produksi (propertyless).

Gramsci menolak paham ekonomistis Marx. Bagi Gramsci, perubahan ke arah masyarakat sosialis bukan semata-mata bercorak ekonomistis, tetapi juga harus memperhatikan aspek sosial, budaya dan ideologi. Oleh karena itu, hegemoni menjadi tema sentral dalam pemikiran Gramsci sebagai upaya mewujudkan cita-cita masyarakat sosialis-nya.
Gramsci memasukkan masyarakat sipil dalam bangunan atas (super structure) Marx bersama dengan negara. Dalam masyarakat sipil, terjadi proses hegemoni oleh kelompok-kelompok dominan sedangkan negara melakukan dominasi langsung kepada masyarakat sipil melalui hukum dan masyarakat politik. Gramsci sendiri mengakui bahwa senyatanya masyarakat sipil telah terhegomi. Pengakuannya itu diungkapkan dengan mengatakan bahwa masyarakat sipil adalah etika atau moral. Masyarakat sipil adalah wilayah dimana relasi antara kelompok tidak dilakukan dengan koersi. Maka Gramsci mengatakan bahwa masyarakat sipil mencakup organisasi-organisasi privat seperti gereja, serikat dagang, sekolah, dan termasuk juga keluarga. Gramsci juga mengatakan bahwa organisasi-organisasi dalam masyarakat sipil mempunyai tujuan yang berbeda-beda seperti politik, ekonomi, olah raga, seni dan sebagainya namun mereka memiliki asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat meskipun sering tidak kentara.

Masyarakat sipil merupakan medan perjuangan politik. Oleh karena itu, dalam rangka pembentukan negara sosialis, Gramsci mengatakan perlunya kelompok buruh membangun hegemoni atas kelompok-kelompok lain dalam masyarakat sipil dengan sebuah ideologi baru yang mampu mewadahi kepentingan-kepentingan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat sipil dan sekaligus mampu mewadahi kepentingan kelompok buruh. Karena masyarakat sipil telah terhegemoni, maka kelompok buruh perlu melakukan kontra hegemoni.

Definisi masyarakat sipil di masa kini membawa dua pengertian baik dari kaum Liberal maupun Marxis. Negara pada saat ini memiliki kekuasaan yang lebih. Dengan kekuasaannya, negara mencoba untuk memadamkan seluruh pemikiran dan debat rakyatnya-atau negara yang mencoba memimpin masyarakat sipil. Negara kemudian dituntut untuk mempertanggungjawabkan kekuasaannya. Negara-negara tersebut hanya akan bertanggungjawab melalui praktik demokratis masyarakat sipil yang merdeka. Pemberian hak istimewa masyarakat sipil sebagai ruang terciptanya politik demokratis melahirkan beberapa kesimpulan utama terkait dengan konsep masyarakat sipil dalam hubungannya dengan negara. Konsep masyarakat sipil sebagai ruang publik mulai dikenal luas melalui gagasan Habermas.

Pengertian ruang dalam masyarakat sipil adalah ketika rakyat berkumpul bersama dalam suatu arena dengan satu pengertian bersama. Kepentingan umum tidak hanya berkaitan dengan keseluruhan masyarakat, tetapi merupakan mekanisme vital yang membawa individu-individu dan kelompol-kelompok dari wacana privat ke dalam wacana umum. Proses ini berlangsung melalui pembentukan dan penghamburan opini publik yang dihasilkan melalui debat dan diskusi. Keseluruahan proses tersebut membutuhkan ruang yang relatif bebas dari campur tangan negara, pengakuan hak setiap anggota, dan keberadaan institusi seperti pers yang bebas, asosiasi-asosiasi, lembaga-lembaga perwakilan dan aturan hukum. Kepentingan umum dalam diskusi ini merupakan kepentingan yang dapat dicapai bersama, dalam artian tidak terhalang posisi kelas atau struktur lainnya.

Masyarakat sipil sebagai ruang publik juga diartikan sebagai ruang di luar birokrasi yang memberikan saluran komunikasi yang diberikan negara, yang menjadi tempat berlangsungnya diskusi dan debat umum yang merdeka. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah sejauh mana kemerdekaan masyarakat sipil dari negara?
Pintu masuk ini membawa kita pada perdebatan dan benturan yang terjadi antara masyarakat sipil dan negara. Masyarakat sipil tentu tidak bisa sepenuhnya berada di luar negara. Masyarakat sipil tetap membutuhkan negara untuk menjamin hak-hak mereka dan melakukan regulasi melalui hukum. Di satu pihak, negara juga butuh masyarakat sipil sebagai kontrol atas kekuasaannya. Namun, negara juga berusaha untuk mengintervensi masyarakat sipil dengan berbagai program-program yang diterapkan di tengah-tengah keberadaannya. Masyarakat sipil yang selalu bergerak aktif telah memunculkan kebangkitan demokrasi. Sebaliknya, praktik-praktik yang berlangsung di dalamnya justru tarkadang menindas prinsip demokrasi itu sendiri. Masyarakat sipil masih rentan terhadap fragmentasi atau kemungkinan juga praktik-praktik yang bersifat elitis. Demikian juga dengan arena dimana masyarakat sipil tersebut tumbuh, tentu tidak bisa dipisahkan dari keberadaan masyarakat politik dengan segala bentuk isu dan praktiknya. Dengan demikian, konsep masyarakat sipil masih akan terus berevolusi dan berkembang seiring dengan dinamika yang terjadi dalam masyarakat dan perkembangan hubungan antara negara dan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar