Rabu, 19 Mei 2010

Dialog Sajak

/1/
RD:
dari yang nyenyak terlarut mimpi sampai yang gelisah dalam repih sunyi. Manusia selalu ingin memenangkan keinginan. Hingga buta mata jiwa dan tuli suara nurani. Dan kereta angin malam ini akan sampaikan resah kepada semua saja yang lagi jengah.

HD:
Seiring bergulir roda kereta hantu melaju di atas lintasan fajar, tuk kembali bersemanyam usai kunjungan malam. Penentu waktu bermata satu berdendang rayuan setan dibalik letupan terik awan. Coba dampingi perjalanan siang hari kota mati, tempat ku menanamkan mimpi-mimpi. Kadang cerita siang tak untuk dikenang,dan bayangan pagi berwarna merah darah!


/2/
HD:
Mereka bertajuk kalbu yang bisu akan waktu
menghiasi alam dengan sebuah langit yang kelam
dirinya menangis seakan kisahnya paling tragis
dirinya menunduk paku seakan tiada teman di situ

hanya teriakan-teriakan segelincir halilintar,
yang hambarkan jeritan adzan
hujanku kelabu
tiada pelangi untuk esok hari
tiada pula matahari di malam hari

kala tangis langit ini berhenti,
kulihat kemilau warna di wajah mellow rupa semesta
tunggu di situ, ku akan mengumpulkan warna di kantong saku ku

RD:
dan aku berada di bawah langit seusai hujan
melihatmu memunguti warna-warna pelangi
merah, hijau, ungu
tak pernah ada lagi warna untuk ku
aku yang selalu terdiam dalam hitam

HD:
akan kusisakan merah mawar yang menyelubungi mentari senja
sehingga kau tak lagi hanya memiliki hitam,
tak lagi diam
akan kulukis maha jiwa di pelipismu,
dengan warna-warna yang tak ternoda
kala itu kuingin kau tersenyum untukku
hanya untukku
dan tak ada yang boleh mencuri senyummu itu
kala aku tertidur

RD:
merah senja pun akan terlihat hitam
kegelisahan dan ketakutan akan matahari, selalu meninggalkan hari
mataku membangkang melihat warna-warna
karena warna hanya tipuan
dan hanya hitam yang berada dalam keabadian

HD:
matahari tak akan keji pada hari
layaknya bumi yang terdiri dari belahan hati
mentari itu pun mencoba untuk berbagi
ah..
bukan pada permukaan warna, tapi hal yang terdalam dari kelam
meski tak tercium oleh sendu
meski tak terlukis oleh pena, bila terjerat dalam penat
mungkin hitam pun tak akan berani meludah pada merah


RD:
telah semakin menjadi pasti
kapan ia akan meninggalkan hari
tanpa permisi, tanpa kembali melihat keindahan pagi
selalu begitu matahari
meninggalkan untuk kemudian kembali
dan meninggalkan lagi
dan kembali kesekian kali
aku gagal mengitung
telah berapa kali senja merah itu meninggalkanku
mengisi derap gerimis di tepi langit


/3/
HD:
Kurangkai seruan adzan kala fajar berdansa gembira
Bersama kabut serabut
Terbangun mimpi sang tidur meraba mentari di balik serambi.
Ah..
Aku seperti mengenal nyanyian-nyanyian yang berkumandang di antara suara kokok ayam,
Itu lagu Tuhan, perintahkan kita untuk sembahyang akhir dari malam...

RD:
Tak kuhiraukan seruan dan nyanyi itu
Tubuh ini serasa mati
Tertimbun lelah
Tak kuhiraukan sapaan pagi ini
Tubuh ini tak mau bergerak lagi
Terkunci detik-detik hari


/4/
HD:
Berliuk-liuk menjalar nadi hidup di pematang larang dunia. Melilit tangga takdir yang lapuk akan kata cinta. Aku yang terlara akan pesona pelangi pagi, tak akan lagi bangun berdulang matahari. Serebah asmara nan merdu untukku, hambur meruah di puing-puing kenistaan lara. Dan kini...dia simponi hati pergi tak menoleh kembali.
RD:
Bahkan belatung pun mengenal cinta antara lapuk kayu dan serasah sampah. Sementara sendu puisimu mengingatkanku pada kuning daun musim gugur, sendu angin musim dingin. Ketika dia akan kembali pada kau yang sepasang sayap senyum mengalun. Kau yang arah begitu jelas. dan genggamnya telah kau bekali sebuah kompas. Jarumnya akan selalu menunjuk kau yang tak pernah layu menunggu.

HD:
Dan kala dia kembali...Hati tak lagi bersimpuh pada denting lonceng sang waktu yang setia, belatung itupun telah bermetamorfosa menjadi cacing rasa yang telah dikebiri asmaranya. Aku tak punya alasan untuk menunggu...Ku tatap jam dinding tua di lorong perapian itu terus berdetak lara, meski tubuhku berjeda mesra.

RD:
Bilakah dia yang menunggumu? Dengan isyarat tanpa tanda. Dari kangen yang tertelan, tak terucapkan. Nyanyinya hanya la..la..la..kau yang ciptakan makna. Si belatung khusyuk bertapa. Mentahtakan mutiara pada sepasang calon sayapnya. Kembali menunggu sayap yang engkau, merajut engkau yang andai..

/5/
MPH:
Nyak, aku lapar, tolong suapi aku semangkuk sajak
Nyak, aku haus, tuangi segelas makna kehidupan
Nyak, aku lelah, pinjami kehangatanmu buat alas tidurku
Nyak, aku tak ingat siapa kamu…

RD:
Nyak mu lagi sibuk dengan dunia. Muak dengan sajak yang tak bisa bikin kenyang perut. Nyak mu juga lagi kehilangan makna. Tak mau di ganggu. Bahkan dengan tangismu di tong sampah depan rumah ku

MPH:
galak amat, Nyak jangan galak-galak, si anak takut, Nyak, ia hanya minta didongeng sampai ngimpi

RD:
dongeng bikin orang cuma suka ngimpi. Nyak mu tak mau kau jadi pemimpi. Kau harus tidur dalam keras malam dan realitas. Biar besok bisa ngurus dunia. Dunia Nyak mu.

MPH:
Nyak, bangunin anakmu. Terlanjur lama ngimpi. Matanya wis melar, Nyak, kebanyakan ngimpi nangis. Nyak, aku capek dihujani gerah ati. Wis lah wis, aku melu Nyak biar gak mbrebes lagi.

RD:
Nyak mu ini malah pengen lari. Ninggal anaknya. Kowe gak bakal tumbuh jadi manusia kalau cuma tak kasih makan remah-remah sajak. Nyak mu tambah gelisah. Kowe bangun lagi malam ini. popokmu basah ngimpi kencing di bawah trembesi.


*kawan, kapan kita berdialog lagi dengan sajak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar