Di Balik Sebuah Dinding Ruang Lengang*
Inilah ruang lengang ujian. Skripsi dan pendadaran. Ada yang berdetakan, berguncangan, berdegupan. Kemeja putih dan rok hitam. Menunggu bapak dan ibu dosen datang. Keletak sepatu hak tinggi, terdengar berirama ngeri. Waktu perlahan melambat. Meningkahi setiap detik yang tak mau berlari cepat. Hmm, bikin kaget saja. Setiap kali pintu terbuka berderit mengajak bercanda. Perut jadi mules. Serasa kepingin sembunyi di balik meja. Bayangan pun melayang. Di dadar di atas kawah candradimuka. Memang harus melewati satu anak tangga ini. Keluar dari ruang yang hampir empat tahun mengunci. Dan ketika dipanggil masuk, waktu serasa berhenti.
Ah, ternyata hanya begini. Kami ditanyai, dikritik, digelitik, diberi saran tentang yang kurang dan kelebihan. Bapak dan ibu dosen ternyata baik sekali. Pada akhir sebelum meninggalkan kami, tak lupa memperingatkan. Harus mengubah attitude dan sifat kekanak-kanakan. Jangan lupa belajar lagi tata bahasa. Apakah ‘di’ harus dipisah dan disambung dengan kata berikutnya. Jangan asal menggunakan istilah. Hanya biar dianggap ilmiah. Modal sosial, anatomi konflik, entah.
Rasanya sudah lega. Seperti bisa membongkar batu penutup gua. Kami akan segera diwisuda. Jadi sarjana. Kebanggaan orang tua. Jadi sarjana ilmu politik. Ngurusi negeri dengan masalah serba pelik. Jadi tukang jadi seniman. Ah, sejenak lupakan. Kami mau makan-makan.
*Buat yang tadi siang ujian pendadaran. Selamat teman-teman...
Juli, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar