Senin, 02 Mei 2011

Mencari Chairil di Gerbong-Gerbong Kereta

Deru kereta membungkus sajak-sajak
Di Stasiun Tugu malam itu
Para penyair membaca kembali Chairil
Memunguti cinta, semangat dan romantisme tersisa
Zaman semakin menelan Chairil

Peluit berbunyi
Kereta menjelma bidadari tua
Jengah melawan suara-suara

Beragam sekali penyair yang datang malam ini. Sepertinya acara ini sengaja dibuka di ruang publik seperti stasiun macam begini. Biar sajak juga bisa dinikmati semua khalayak. Pembacaan puisi-puisi Chairil sedang digelar di sini, sebuah ruang terbuka hingga bisa dinikmati siapa saja, penumpang kereta dan orang-orang iseng seperti saya yang terpaksa harus masuk dengan membayar karcis peron. Para penyair satu demi satu membacakan sajak-sajak. Beberapa tetap dengan gaya seniman mereka. Membaca sajak sambil mengapit sebatang rokok di sela jari-jari mereka.

Penyair sekarang tambah aneh dan beragam saja. Atau yang saya lihat itu bukan penyair? Pokoknya yang datang di situlah. Seperti halnya kereta, barangkali mereka ini juga punya kelas-kelas tersendiri mulai kelas ekonomi sampai eksekutif. Dari yang saya lihat semalam, ada penyair gembel dengan kaos dan jins belel, rambut gondrong dan tas ransel melekat seperti menampakkan identitas seniman kepenyairannya. Ada yang menenteng kamera mahal kemana-mana, mengarahkan lensa dan membidik objek dari berbagai angle yang berbeda. Ada yang suka bikin puisi di angkringan kaki lima. Ada yang hanya bisa bikin puisi di kafe mahal. Padahal mereka sama-sama minum kopi juga. Ada yang membaca sajak lewat secarik kertas lusuh. Ada yang menghafalnya di luar kepala. Ada juga yang membaca sajak lewat BB-nya, perempuan berambut cepak yang melafalkan Chairil sebagai Cairil, bukan Kairil seperti kebanyakan disebut. Masih banyak ada-ada lain malam itu.

Kereta tiba setelah peluit berbunyi dan petugas mengumumkan kedatangannya. Ada yang berbisik pada saya bahwa Chairil sedang duduk bersama pemeluk teguh di salah satu gerbong itu kereta. Katanya, Ia akan menuju senja di pelabuhan kecil. Menemui “Aku”.

Stasiun Tugu, 28 April 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar