Melampaui sepenuh gelap di ambang malam
Anak-anak mimpi mendaraskan lagu angin
Berlarian sepanjang musim
Menangis melihat darah dan bencana berceceran di negeri sendiri
Anak-anak mimpi semakin takut berkunjung ke rahim bumi
Enggan lahir ke dunia penuh murka ini
Ruang waktu bersemanyam di genggaman mereka
Desing pedang, ringkik kuda-kuda perang mengiringi tidurnya
Laju anak panah melesat membelah udara menjadi buaian mesra di telinga
Tombak tertancap di pundak punggungnya
Sama sekali tak terasa
Karena sakit hanya usapan lembut bunga-bunga kapas berjatuhan ditempa cahaya
Di gigir gerimis mereka bermain tak hirau usia
Bersuka menonton wajah-wajah manusia yang tersesat
Tak mengenal diri mereka sendiri
Anak-anak mimpi hendak menyapu langit
Melalui lorong-lorong penuh duka
Menampung getah pulut air mata
Dimanakah mereka akan menemukan kawan-kawannya?
Bukan, bukan manusia-manusia yang dilahirkan kembali itu
Mereka tidak pernah mengerti
Kelahiran yang kesekian harus terjadi sebagai sebuah penebusan
Anak-anak mimpi menggugat takdir dan nasib semurung sunyi
Di batas merah cakrawala
Konon mereka tak berhenti mengeringkan lautan
Dengan mendekatkan jarak matahari
Anak-anak mimpi membangunkan naga
Tak lagi mengenali dunia ketika pertama membuka mata
Begitu asing
Dengan menggenggam sebatang sada lanang
Mereka menunggangi kuda terbang
Menjaring gelembung-gelembung kejahatan
Menjaga kembali perca cerita yang sempat berai
Beginilah puisi menjadi tipuan anak-anak mimpi
Bualan yang mampir ketika kesadaran tertinggal di dasar kerinduan
Kangen tak tersampaiakan tak terbahasakan
Para gembel datang membawakan obat luka sayatan petir
Getir mencibir menyematkan anyir sampai kau menemukanku
Tetap terduduk di atas batu
Sampai terampuni semua dosa waktu
Jogja, 8 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar