Selasa, 26 April 2011

Beberapa Sajak Lama Ratna Dwipa

Bait Henti

Pada sebuah masa
Ketika angin berhenti
Sehingga sepi
Dalam semesta
Tetap adanya
Maka dia
Akan segera bangkit
Menjemputku
Menemui langit
Di atas langit
Pada henti

2004

Rindu Cahaya

Ada yang rindu cahaya datang
Pertemuan perih mulai mengerang
Bersama angin ia begitu tenang
Bersama tenang ia begitu resah
Bersama resah ia begitu pasrah
Cahaya yang dirindukan
Akan benar-benar datang
Menjemputnya pulang

2004

Mencintai Tanah

aku akan mulai beramah tamah dengan tanah
mengenalkan tapak kakiku pada permukaannya yang basah
aku akan mulai mengakrabi tanah
hingga saat aku berada di dalam tanah
kita telah saling mengenal
tubuhku tak akan dingin karena selimut tanah
saling menghangatkan berada dalam tanah
biar membusuk sudah
aku tetap mencintai tanah
dan tak pernah usai kesepian ini
saling bicara tentang mati

2004

Pada Sebuah Mimpi

Aku bermimpi hidup di atas kelopak melati
Setiap hari hanya akan harum yang tercium
Hingga lupa
Busuk sepatu mereka
Saat ditanggalkan begitu saja
Di setiap teras, di setiap beranda

Lupa sudah anyir darah
Mereka yang hanya bisa makan
Di atas derita
Menjadi lupa segala
Duniku selebar kelopak melati
Dunia hanya tercium wangi melati

2004


Balada Anak Tanpa Nama

Hidup memang susah
Saat makan harus mengais sampah
Hidup semakin sulit
Saat tubuh dan jiwa kian terhimpit
Hidup itu kejam saat kegelisahan
tak pernah enggan mengunci malam

malam itu, seorang anak mati dibunuh preman
mati karena lari dari ibunya sendiri
ibu yang mencari, marah dan mencintai

temannya hanya terdiam melihat si anak tak bernyawa
tak seorang pun segera menolong
tak seorang pun jadi peduli
dibiarkannya tiga hari si anak tanpa kubur
hanya karena tanpa nama
warga tak menerima mayatnya di pekuburan kampung mereka

sang teman terpaksa menggali
dengan tangan sendiri
gubuk itu sepert padam
tampak dikejauhan
rumah jadi pekuburan

2004

Di Pemukaan Kolam

Kau melihat permukaan kolam
Langit di sana
Ikan-ikan seperti terbang
Bersama lumut, paku dan ganggang
Kita tak sedang melihat kebenaran, bukan?
Hanya pantulan
Hanya biasan

2004

Pesan

Hidup membutuhkan hidup yang lain
Entah dari sudut waktu bagian mana
Entah tak bisa mendatangkannya
Tak bisa juga merebutnya

Perempuan buta itu datang lagi
Kembali membawa pesan tanpa alamat
Kepada para penyair kurang kerjaan
Perempuan itu bertanya
Untuk apa mereka memegang pena
Kalau tak benar-benar bisa melihat dunia
Sajaknya hanya ngarang saja
Entah dapat kata darimana
Bukan dari dunia ini mestinya

2004

Tiang-Tiang Langit

Seperti butiran pasir di tengah gurun
Kepala-kepala manusia
sedang mencari badan mereka
Untuk menyangga langit
Hingga tak bisa runtuh
Menimpa dunia
Sudah terlanjut penuh derita

2004

Doa Sebelum Tidur

Tuhan
Bebaskan aku
Dari belenggu
Terus terang
Aku sedang
Sangat membenci
Kewarasanku

2004

Senja Selamanya

Jika saja
Aku bisa
Menarik kembali
Matahari
Tentu dunia
Akan menjadi senja
Selamanya

Inilah
Sebuah detik
Tanpa nama
Ketika langit
Setelah hujan
Menjadi seperti
Bunga kaca piring
Seperti pecah
Berkeping-keping

2004

Sampai Padamu

Batu-batu terbelah
Diantara seribu perdu
Sebatang rumput bicara
Lelah berkisah
Tentang lelah

Telah kuturunkan matahari
Senja dilangit
Untukmu
Melubangi awan
Mencari pintu
Hanya untuk
Sampai padamu

2004

Pesan Tak Sampai

Barangkali
Pesan ini
Hanya seperti
Belukar terbakar
Hanya bagaikan
Kunang-kunang
Kehilangan
Kerdip lilin
Di bahunya sendiri
Terbang
Di sepanjang gurun
Gemetar
Dalam badai pasir
Dan hujan

2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar