Surat Pernjataan Gerakan Kesusastraan Islam (Gerkis), Medan, dikeluarkan pada bulan Djanuari 1952
……
……
Dasar tempat kami tegak telah ada. Allah telah menentukan dasar kokoh tempat kami berpidjak dengan sabda sutjinya berbunji:
“Kebanjakan kaum pudjangga (penjair) merasa bangga karena pengikut alirannja terdiri dari orang-orang badjingan,
“Lihat! Mereka meraba-raba dalam lembah kesesatan dan senantiasa mengutjapkan kata hampa jang tidak dikerdjakan,
“di luar dunia mereka, berdjanjilah pudjangga2 jang djiwanja disinari tjahaja keimanan dan katanja diiringi kerdja kebadjikan,
“dalam hatinja senatiasa bergetar sebutan nama Tuhan,
“Pudjangga2 ini pasti mendapat kemenangan, kendati pada mulanja mereka dihina dan ditjibirkan”.
(Qur’an: Surat Sju’ara)
……….
…………
V.G. Felinsky, selected Philosophical Works, Foreign Languages Pubhlising House, Moscow, 959, hlm. 180.
Art is the immediate contemplation of truth, or a thinking in an image, karena tanpa truth, tanpa realitas, sebenarnya seorang pengarang atau sastrawan tidak punya apa-apa, sedang imanjinasi yang tumbuh bukan dari bidang truth ataupun realitas, adalah imajinasi sakit, adalah virus subjektivisme.
…………
akhir-akhir ini di dunia khayali lagi sibuk-sibuknya orang bicara masalah cinta. Sampai lupa realitas yang tak pernah ada di sana. Sampai lupa esensi cinta dan kehidupan yang banyak sekali membutuhkan pendalaman lebih lanjut. Bukan hanya dimengerti dan dipahami maknanya tapi juga bagaimana mereka bisa paham hal yang paling tersembunyi dari kehidupan itu sendiri. Bahasa Jawanya harus pinter-pinter ngonceki. Dia hanya memberikan simbol dan lambang-lambang yang harus diterjemahkan. Tidak bisa hanya ditelan mentah-mentah begitu saja. bisa keliru semua nantinya. Tapi karena mereka lagi sibuk dengan masalah cinta, baik yang menyangkut pengungkapan makna maupun relasinya, mereka jadi lupa tentang apa yang saya sampaikan tadi. Ini hanya mengingatkan. Meskipun hidup di dunia khayali, kita masih tetap hidup. Tidak cuma mabok dalam imajinasi.
…………
lama kali kita tak jumpa. Perjumpaan yang selalu diawali dengan kata-kata. Telah ada banyak hal yang terlewat. Dan kini, masih terus tenggelam aku dalam keterasingaku yang semakin menjadi. Terdalam, terjun meliuk bersama kebebasan dan keterikatan jiwa. Banyak hati sedang bimbang. Waktu-waktu bertubrukan saat akan memasuki dunia baru. Inilah yang kutakutkan.
Seorang teman bilang, “semangatlah!! Boleh jadi mimpi kita hari ne akan jadi nyata esok hari. Semangatlah!! Boleh jadi kita ini akan mati esok hari. Tak rela bukan seandainya kita mati dalam keadaan mundur tak bersemangat seperti ini. tetap semangat seakan kita mati esok hari dan hari ini adalah kesempatan terakhir untuk kita berbuat kebaikan. Jadikan setiap harimu menjadi yang terbaik.”
…………………………………….
4 Oktober 2007
seperti langit yang menjadi tempat pijak
dan dunia pun terbalik ketika cinta mulai mendasari setiap hati
selalu ada yang terlupa
rindu dan permunajatan waktu
keduanya bertabik pada malam
terlalu lama ia ada
……………………………………..
1 syawal 1428 H
puisi-puisi dalam legenda malam yang belum sempat tercatat
….
dari kesucian jiwa
semesta bertakbir kepada Nya dengan segala kepujian
bagai gema lagu tanpa nada di sudut surga
malam ini kembali fitri
bukan kata indah terucap
tapi dengan kasih, hati ikhlas bertutur
mohon maaf lahir dan batin
……………….
Yang berkabung kepada malam
Yang terjaga dalam suluh kasih Nya
Yang termenung dalam kerinduan
Detik waktu semakin dekat
Dan kitapun terlupa dalam fana
Tiada cinta dari sayap malaikat malam ini
Dan dzikir pun terhenti
………………………….
Kali ini, risik daun datang lagi
Menggoda dalam sepenggal rinduku padaMu
Kawan, doa ini milik siapa?
sementara tangan-tangan malam mulai menengadah mengharap berkah
Sebentar lagi, tak pernah terjawab tanya ini
…………………..
yang ini sms dari tyas.
Friend…how colorfull we are of different family, of different roots, we are more than friends, we are brother, we are familily, a single brothrhood, ties of a ith, binding us together.
Friends….we are brothers, holding hands in unity, towards one destiny, inviting goods, forbidding evil, investing in hereafter, upholding the qur’an, realising the sunnah, let us be brother in islam….
For all ikhwahfillah yang dicintai Allah
Keep smangat to fight 4 Islam!!!!!
……………………………….
Sebatang pohon, meranggas dalam kering dan keheningan musim. Aku yang lelah dalam debu. Luluh dalam ragu. Betapa bumi ini mulai meratapi kedatangan matahari. Hanya. Malam yang mengerti betapa sia manusia dalam sempatnya.
……………………..
hujan. Bunyi lagu nada tanpa suara. Engkau dimana????
…………………..
ngawur wae….
Puisi datang bersama kutipan sendu senyum malam berlagu
Puisi pergi lewat angin lalu berganti
Puisi kembali untuk mengetuk satu pintu hati
Sayangnya, tak kutemukan
Satupun pintu dan sebait puisi malam ini….
Lalu dia pun bertanya, “ada yang ingin kau sampaikan barangkali?”
Lalu aku menjawab, “tentu saja ada. Sayangnya, harus lewat puisi. Tentu saja ada. Sayangnya, hanya boleh disimpan dalam hati. Tentu saja ada. Sayangnya, tak bisa kukatakan di sini. Sayangnya, kau selalu pura-pura tak mengerti.’’
………………………………..........
jangan suka menyalahkan orang yang jatuh cinta dengan cara yang tak benar. Ketika kau tah mungkin kau akan langsung mengubah jalan pikiranmu. Huh…aku benci dengan hal semacam ini. rasanya kepingin menghindar…tapi selalu terjebak begini. Jangan salahkan saya juga. Telah lama saya ini terpasung…
……………………………………..
Bikin lirik romantis yang nge-pop seperti lagu-lagu cinta yang nge-trend sekarang ini, buatku mungkin sedikit klise. Bisa jadi puisi yang kutulis ini tak cocok dibuat lagu. Puisi ku biasanya tidak dengan rima yang beraturan dan dengan kalimat-kalimat panjang. Kalau mau dipakai buat lirik, entahlah. Jadi, jangan ditertawakan kalau yang ini sedikit aneh, nggombal atau apalah namanya. Sebuah puisi yang lahir dari sepi
sepi membumi. bahkan dalam sejuk pagi
sepi terajut lagi. dalam nada sendu merindu
yang terpatahkan ini bukan hati
hanya rapuh kisah tak abadi
ketika jalan ini semakin usang
goresan namanya akan semakin menghilang
tapi kau buat kita bangkit dan berjalan
sampaikan aku pada senja hari ini, kawan
terbawa dan terus terbawa
sampai tak berujungnya langit
kembali dalam ketiadaan
luluh dan kita pun menyatu
dalam cinta-Nya
……………………
Cerita perjalananmu sebaiknya kau selesaikan sendiri. Tukang cerita ini sudah capai dan ngantuk malam ini.
Dalam keadaan yang serba susah seperti ini akan sangat jarang dijumpai seorang tukang cerita. Namun kali ini, ia datang dengan peralatannya yang sangat sederhana. Hanya dengan memanggul alat musik yang menyerupai gendhang, ia berkeliling dari satu kota ke lain kota. Dari satu desa ke lain desa. Apalah yang dilakukannya selain bercerita. Saat terik memanggang bumi, si tukang cerita akan segera mengambil tempat di keramaian. Di mana banyak orang sedang berkumpul dengan keunikan cerita mereka masing-masing. Dan si tukang cerita akan merangkum kisah mereka. Dalam lisan yang terucap lantang. Meneriakkan bunyi-bunyian kata. Dimulailah sebuah cerita. Tak satu pun akan bisa terlupa olehnya. Kata selalu mengesankan setiap pemandangan tentang hidup dan dunia.
Kali ini, si tukang cerita akan memulai kisahnya. Ia mengambil tempat di sebuah tanah lapang yang tidak begitu luas. Banyak anak-anak sedang main sepak bola di sana. Dalam sepuhan senja, rumput liar di tanah itu sedikit berubah keemasan. Pikirannya mungkin lagi kacau karena kali ini, ia akan mulai bercerita di sebuah desa yang sunyi. Bukan keramaian pasar di tengah kota seperti biasanya. Ia mulai beraksi dengan menabuh gendhang yang selalu di panggulnya. Anak-anak itu melihat si tukang cerita dengan aneh lalu sejenak menghentikan permainan mereka. Mereka seakan melihat orang asing. Tukang cerita itu memang memakai pakaian yang aneh. Setelan jas yang dihias dengan tempelan perca berwarna-warni, ditambah dengan mahkota dari daun nangka yang melingkar di kepalanya. Daun-daun nangka yang telah menguning itu masing-masing ditata dan disematkan dengan lidi hingga berbentuk mirip mahkota.
Ia mulai menabuh gendangnya lalu bernyayi. Anak-anak itu pada awalnya mengira si tukang cerita sebagai orang gila. Mendengar nyanyiannya dan lantunan gendhang yang merdu, mereka kemudian mendekat. Hanya anak-anak itu yang datang karena kebetulan tanah lapang itu sedikit jauh dari perkampungan. Mereka lalu duduk mengitari si tukang cerita yang mulai mengalirkan kata-kata.
Kisahnya dimulai dari tempat ia duduk saat ini. Sampai pada sebuah tempat di negeri antah berantah yang tak pernah diketahui manusia. Anak-anak itu mulai ngungun terpana. Mungkin sampai ada yang ngimpi.
***
“Nang, cepat bangun, hari ini mungkin waktu yang tepat bagimu untuk pergi dari desa ini. Mencari nasibmu.” Terdengar suara lembut seorang ibu yang membangunkan anaknya, sementara yang sedang dibangunkan masih meringkuk di bawah selimut. Nyaman dalam kantuk yang membalut kalopak mata. Masih erat terkatub. Bahkan sengat matahari yang menerobos lewat celah atap tak mampu membangunkannya dari kantuk.
Sudah menjadi tradisi di desa itu bahwa setiap pemuda yang sudah menginjak dewasa harus pergi meninggalkan desa untuk mencari kehidupan, dan ketika ia telah mendapatkan apa yang diinginkannya, ia harus kembali lagi ke desa itu lagi. Tak boleh terlupa dari mana ia berasal. Demikian juga dengan Lanang. Sudah waktunya ia meninggalkan desa itu dan pergi mencari. Ibunya yang sudah janda itu sebenarnya telah menginginkan Lanang untuk meninggalkannya, sampai setiap hari ia harus membangunkan anaknya dan mnyuruhnya untuk segera pergi. Tapi Lanang tak tega meninggalkan ibunya sendirian. Ia masih ingin mengurus ladang jagung peninggalan bapaknya. Bagaimanapun, ia harus tetap pergi. Mungkin juga tak bisa kembali seperti bapaknya yang entah dimana kubur dan nisannya berada.
Sang ibu masih setia menunggu anak lelakinya untuk bangun. Ia duduk di pinggir dipan kayu yang hampir lapuk. Lanang hanya menggeliat enggan meninggalkan dunia mimpinya. Lalu sang ibu dengan kasih menggoyang-goyangkan badannya. Lanang kembali menggeliat.
“Iya, Bu. Lanang sudah bangun. Dan hari ini, lanang putuskan untuk pergi.” Anak itu sudah bersuara meskipun terdengar parau. Sang ibu sangat gembira mnedengar apa yang dikatakan anaknya.
“Baiklah, Nak. Sudah lama ibu menunggu hari ini.” sang ibu segera bergegas menuju dapur untuk menyiapkan bekal anaknya.
Setelah selesai mandi, Lanang segera mempersiapkan diri untuk pergi. Dibawanya beberapa lembar pakaian dalam buntalan kain. Juga tak lupa dimasukkan bekal dari ibunya ke dalam buntalan itu. Sebotol air minum dan beberapa jenis perhiasan yang tersisa dari ibunya. Semua telah dipersiapakan untuk kepergian Lanang. Setelah mencium tangan ibunya, Lanang terlihat menitikkan air mata. Enggan rasanya ia meninggalkan wanita mulia yang sangat dicintainya itu. Ingin rasanya Lanang menemani masa tua ibunya di tengah ladang jagung sambil menikmati keheningan sejuk angin setelah hujan. Suasanya yang sangat disukainya. Tapi tetap saja ia harus pergi.
“Ibu hanya berpesan. Kau tak boleh pulang sebelum kau temukan hidupmu.” Begitulah pesan singkat dari ibu Lanang. Mereka kemudian berpelukan. Keduanya kembali meneteskan air mata. Pagi yang mengharukan sementara matahari bersinar amat terang pagi ini.
Lanang membuka pintu rumahnya dan melangkahkan kaki keluar menuju halaman. Beberapa tetangga yang lewat depan rumahnya tahu akan kepergian Lanang. Beberapa diantara mereka menyempatkan diri untuk mampir menghampiri Lanang dan ibunya lalu bersama-sama mereka mengucap doa. Perjalanan akan segera dimulai. Berjalanlah Lanang menuju matahari tenggelam.
***
Tengah hari, Lanang sudah mulai jauh dari desa asalnya. Serabut bunyi-bunyian langkah kaki mulai terdengar kelelahan. Lanang berencana untuk membuka bekal dan beistirahat di bawah pohon. Kata orang, setiap perjalanan akan menemui setiap rintangan dan hambatan. Lanang kembali berpikir apa gerangan rintangan yang akan dihadapinya dalam perjalanan ini. Bukan rintangan yang tampak akan menghalanginya, tapi lebih pada pertarungan hati….
Huh…………..aku kehilangan feel untuk melanjutkan perjalanan Lanang. Jangan salahkan hati dan pikiran yang tak lagi bisa disinkronkan ini, banyak yang membaur jadi satu. Ini tentang aku yang telah menyakiti hatinya dan hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar