Rabu, 10 Desember 2008

kisah senja

Sebuah Dialog di Ujung Senja

Senja kembali berkisah. Menyapa dengan ramah saat aku berjalan tenang melewati sebuah jembatan. Saat senja mulai bersembunyi di balik atap gedung dan bangunan-bangunan. Di bawah mengalir sungai. Sebuah aliran sunagi yang mereka namai Code. Dan senjalah yang mulai berkisah. Tentang Code dan aliran kehidupan di sepanjang bantaran sungai yang mengalir. Bersama bebatu, bersama sekelompok anak yang asyik memancing ikan, bersama seorang lelaki setengah baya yang sibuk memindahkan batu-batu ke tepi kali, bersama mereka yang hidup bersama Code.

Kisah tentang sketsa dan nukilan-nukilan peristiwa tak tersebut. Dari sebuah percakapan bersama seorang kawan yang menjadikan Code sebagai bagian dari hidupnya. Dari seorang kawan yang memahami Code sebagai sebuah ciptaan yang punya hati dan perasaan. Dialog yang agak aneh memang. Tapi inilah kehidupan. Hubungan antara manusia dan alam yang seharusnya terjaga, harmonis dan seimbang.

Senja akan memulai merangkum kisahnya. Bagaimanapun, Code tidak hanya bisa dipahami sekedar sebagai aliran air yang mengalir dari Utara ke Selatan. Kawan saya ini bisa mengerti Code lebih dari siapa pun. Entah karena apa tapi Code seakan sudah mendarah daging dalam kehidupannya. Code menjadi teman dalam kesepiannya, selalu mengajaknya bicara dan dengan ketenangan aliran airnya, Code seakan bisa membawa kawan saya ini ke dalam suatu bentuk ketenangan yang tak bisa ia dapatkan di tempat lain.

Tulisan ini sekedar rekaman percakapan kawan saya dengan Code dan sedikit gambaran peristiwa ketika Code sudah tak bisa menahan lagi luapan amarahnya kepada manusia. Dengan suaranya yang parau malam itu, Code meluapkan amuknya. Menyapu sebagian perkampungan warga dan memporak-porandakan rumah dan bangunan di sekitarnya. Code tak kuat lagi. Hingga ia terpaksa harus sedikit memberi peringatan. Sedikit memberi teguran halus kepada mereka yang telah menyakiti perasaanya selama ini. Dari terminologisnya, dalam bahasa Inggris, Code bisa berarti tanda bukan? Dan malam itu, Code benar-benar mengirimkan kodenya. Beruntunglah bagi mereka yang bisa membaca tanda itu.

Nah, mulailah kawan saya ini bercerita.

“Malam itu sekitar bulan Februari 2005. Hujan deras tak kunjung berhenti sampai pagi lalu kembali malam. Banjir memang suatu peristiwa yang tak pernah bisa disangka-sangka. Tak pernah bisa dinyana-nyana kapan datangnya. Code berhasil membuat kami panik dengan amuknya. Air sungai mulai naik tapi belum mencapai tanggul, meskipun beberapa orang mulai melakukan persiapan. Warga pun semakin dikejutkan ketika air ternyata masuk ke perkampungan lewat gorong-gorong dan langsung menerobos masuk ke rumah-rumah penduduk.

Pintu rumah kami menghadap ke arah Timur dan ketika Bapak membuka pintu rumah, air langsung masuk tanpa permisi. Menggenangi rumah kami sampai setinggi perut orang dewasa. Mungkin sekitar satu sampai satu setengah meter tingginya. Kebetulan juga sebelum banjir bertamu, kami telah siap dengan memindahkan barang-barang berharga ke loteng di bawah atap. Cepat saja kami bekerja menyelamatkan surat-surat berharga seperti ijazah dan sertifikat-sertifikat penting. Tapi banyak juga yang tak sempat terselamatkan. Beberapa barang terpaksa kami relakan untuk dibawa banjir. Kenter, hanyut entah sampai dimana.”

Kawan saya mulai melanjutkan ceritanya lagi setelah meneguk segelas es teh manis di siang yang panas itu. Memorinya kembali memutar kebelakang.

“Keesokan harinya, kami kembali melihat keadaan rumah saat banjir mulai surut. Wah, rasanya…ketika melihat barang-barang berserakan di lantai yang bercampur lumpur dan sampah, sedikit sedih. Mau tak mau kami harus membersihkan rumah kami kembali. Susah memang, membersihkan lumpur tebal berwarna kecoklatan. Tapi bagaimana pun, itu rumah kami. Tak bisa ditempati kalau tak segera dibersihkan. Demikian juga dengan para tetangga dan warga kampung yang lain. Pagi itu benar-benar pagi yang sibuk. Semua orang tampak keluar rumah sambil menenteng-nenteng beberapa barang yang kotor terkena lumpur. Nampaknya Code masih berbaik hati kepada kami. Tak ada korban yang meninggal dalam banjir tahun itu.

Tak hanya warga yang sibuk membersihkan rumah dan barang-barang mereka tapi juga terlihat beberapa aktifis partai. Mereka yang mengenakan pakaian putih berlengan panjang dengan lambang partai di belakangnya. Nampak sibuk menyalurkan dan membagi-bagikan bantuan kepada warga masyarakat di kampung itu. Ya semoga saja mereka ikhlas memberi bantuan tanpa tendensi.

Banjir memang menyisakan banyak kisah. Selain kesusahan dan harus membersihkan kembali rumah dari segala bentuk lumpur dan kotoran, ternyata banjir juga memberi semacam kenang-kenangan bagi sebagian orang. Menyisakan suatu pengalaman yang tak terlupakan. Orang panik tingkahnya bisa macam-macam. Waktu itu, saya teringat dengan seorang ibu yang lagi panik dan berlari-lari menyelamatkan diri. Ibu itu punya dua orang anak. Namun ketika ia berlari menyelamatkan diri, justru menggandeng ember cucian berwarna hitam dan menggendong guling. Ibu itu baru sadar setelah sampai di pengungsian bahwa yang sedang bersamanya bukan anak-anaknya. Mereka masih ketinggalan di rumah. Untung saja diselamatkan oleh para tetangga.

Sebuah kisah lagi. Yang ini tentang seorang pemulung tua yang hidup seorang diri. Ketika semua orang sibuk untuk pergi ke tempat pengungsian, si Kakek ini tak mau meninggalkan rumahnya. Bahkan ketika sudah dipaksa-paksa pun, ia tetap tak mau pergi juga. Si Kakek tua sangat mengkhawatirkan anjing-anjingnya yang lumayan banyak itu. Teman hidupnya saat tak seorang pun berada di sampingnya untuk diajak bicara. Tidak bisa begitu saja ia membawa peliharaannya itu dan tidak bisa begitu saja ia meninggalkan mereka. Semalaman ia rela bertahan di rumahnya yang terendam air. Nangkring di atas sekat rumahnya sampai pagi. Maaf, sebentar ya. Saya mau ke toilet dulu.” Kawan saya meminta izin.

Sambil menunggu dia kembali, saya jadi mereka-reka apalagi yang akan dikisahkannya. Yang tadi belum sama sekali membahas kedekatannya dengan Code secara personal dan belum juga membahas bagaimana ia bisa mengerti Code lebih dari siapapun. Tak lama kemudian, ia kembali.

“Masih mau mendengar cerita saya?” katanya.

Saya mengangguk dan ia pun memulai kembali ceritanya.

“Sebenarnya, saya tahu bagaimana Code. Sudah puluhan tahun ia mengalir. Tak pernah sekalipun mengering. Selalu memberi manfaat, menjaga keseimbangan namun manusia terus saja mengambil manfaat darinya tanpa pernah memikirkannya. Code terus saja terbatuk-batuk saat warga membuang sampah ke sungai. Saya juga tahu, badan Code semakin mengurus akibat pendangkalan dan penyempitan sungai. Tergerus oleh bangunan pemukiman manusia yang selalu saja bertambah dari waktu ke waktu. Semakin menggerus Code hingga sesak nafasnya. Saya tahu karena kami sering bercakap di tengah malam. Saat semua orang lelap dalam tidurnya. Kami sering bercakap tentang hidup. Karena kami sama-sama kesepian.

Sesaat setelah amuk Code, para warga sedikit sadar. Tak lagi membuang sampah ke sungai. Tak lagi mengotori Code. Tapi itu hanya bertahan untuk beberapa bulan dan setelah itu, kesadaran meraka menghilang lagi. Code hanya bisa geleng-geleng kepala. Tak mengerti apalagi yang bisa ia lakukan agar manusia bisa mengerti kode yang diberikannya. Tahun ini, tak jelas lagi mana penghujan, mana kemarau. Tak jelas juga apakah Code akan meluapkan sakit hatinya lagi. Kami sekarang jadi jarang bercakap. Code nampakanya telah membatasi dirinya dari manusia yang terlalu sering mendzoliminya.”

Sayang sekali, Kawan saya ini buru-buru mau pergi. Sebenarnya masih banyak yang ingin ia ceritakan. Senja dengan tenangnya kembali sembunyi di bawah langit Barat. Percakapan selesai dan dari sini, saya akan melanjutkan perjalanan lagi. Dari jembatan ini, nampaknya saya juga mulai bisa mengerti Code. Ricik aliran airnya di sela bebatuan adalah sedan tangis yang tak terdengar, tak dimengerti. Code akan menyimpan amuknya hanya dalam hati. Tak banyak yang saya tahu tentang Code. Baru sebentar saya tinggal di Kota ini. Karena setiap hari saya melewati Code melalui jembatan itu, maka saya jadi mulai bisa melihat. Si Code benar-benar geleng-geleng kepala saat seorang ibu membuang sampah lewat pintu rumahnya. Sampah-sampah yang terbuang tepat di wajah Code yang pucat kecoklatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar