Kamis, 11 Desember 2008

Versi Gelap Sejarah Kota New York

Review Film : The Real Gangs of New York

Versi Gelap Sejarah Kota New York

Sejarah Amerika, khususnya kota New York ternyata menyimpan berbagai peristiwa yang tak banyak diketahui orang. Versi gelap perkembangan kota ini banyak menceritakan tentang bagaimana kelompok-kelompok geng mengambil peran penting, baik dalam kehidupan sosial masyarakat maupun dalam bidang politik. Geng tidak hanya bekerja pada ranah kejahatan dan kriminalitas melainkan berada di setiap sisi kehidupan masyarakat kota New York. Berbagai permasalahan yang terkait dengan perkotaan muncul sebagai akibat dari interaksi masyarakat yang berasal dari daerah-daerah yang berbeda. Sinisme mulai berkembang antara penduduk asli dengan para imigran dalam memperebutkan sumber daya. Para imigran tersebut menjadikan New York sebagai ruang untuk mencari pekerjaan, rumah, makanan, bahkan kehormatan.

Proses Terbentuknya Kota dari Dimensi Sosial Politik

Terbentuknya kota New York dapat dilihat dari dimensi sosial dan politik. Kota menjadi tempat dimana kontestasi kepentingan, identitas dan ekonomi terjadi. Kota ini terbangun dari masyarakat yang sangat beragam. Para imigran datang dari berbagai daerah, sebagian besar berasal dari Irlandia. Mereka membutuhkan perlindungan dan keamanan untuk bertahan hidup. Kelompok geng kemudian muncul dari kelas bawah untuk memenuhi kebutuhan para imigran dan kebutuhan mereka sendiri. Pertumbuhan kelompok-kelompok geng semakin kuat. Mereka sengaja diciptakan oleh para politisi sebagai alat meraih kekuasaan.

Adanya kontestasi kepentingan dalam perebutan sumber daya ekonomi mengakibatkan konflik antar geng sering terjadi. Pemadam kebakaran menjadi salah satu profesi yang penting pada saat itu. Kepadatan kota membuat kebakaran sering terjadi. Perusahaan asuransi akan memberikan hadiah bagi para pemadam kebakaran. Hal ini menjadi salah satu sumber pekerjaan yang diperebutkan oleh kelompok-kelompok geng dan sering berbuntut konflik. Selain itu, kontestasi ekonomi dilakukan dengan cara-cara salah seperti mencopet, merampok, korupsi, dan sebagainya.

Identitas juga menjadi salah satu penyebab adanya kontestasi kepentingan. Kedatangan para imigran ke Amerika membuat penduduk asli merasa tersaingi dan harus berebut sumber daya ekonomi dengan para pendatang. Identitas tersebut menjadi salah satu basis terbentuknya kelompok-kelompok geng, seperti para geng yang berasal dari Irlandia. Mereka bersaing dengan para penganut Katholik di kota itu. Setiap imigran yang datang masih membawa tradisi-tradisi lama dari daerah asalnya. Demikian juga dengan para imigran Irlandia yang membawa tradisi geng, kekerasan, kelompok rahasia dan tuan tanah untuk mempertahankan eksistensi mereka di tempat yang baru. Dalam hal ini, identitas menjadi salah satu menifestasi kekuasaan untuk mencari sumber-sumber ekonomi.

Masalah-Masalah Pokok dalam Perkotaan

Kota semakin berkembang, masalah juga ikut berkembang. Di kawasan kota New York terdapat sebuah wilayah yang merupakan persimpangan antara lima jalan. Wilayah tersebut dikenal dengan nama 5 points, dimana pusat kejahatan dan segala permasalahan sosial berlangsung. Kondisi kehidupan di wilayah ini sangat memprihatinkan. Daerah ini awalnya merupakan sebuah desa yang berasal dari pengeringan danau yang kemudian dialirkan ke kanal-kanal. Wilayah ini menjadi terancam dan hanya orang miskin yang mau tinggal. Tidak ada yang berniat membangun perkampungan di wilayah ini, semua dibangun secara tidak sengaja.

Pembangunan dilakukan secara besar-besaran, sebagian besar dilakukan secara tidak teratur dan sangat buruk. Pembuangan sampah dibangun terlalu dekat dengan sumur sehingga menimbulkan berjangkitnya penyakit seperti kolera. Sanitasi tidak dibangun secara memadai karena padatnya penduduk. Rumah dibangun terlalu berdekatan dengan bau gas yang menyengat bercampur bau sampah, kotoran binatang, makanan busuk, dan sebagainya. Gedung-gedung di 5 points perlahan-lahan tenggelam di atas tanah berawa dimana mereka membangunnya. Hanya penduduk New York tingkat terendah yang kemudian tinggal di 5 points. Mereka terdiri dari para budak yang baru dimerdekaan atau para pendatang tanpa ketrampilan.

Masalah lain yang muncul adalah permasalahan rasial. Saat para penganut Khatolik pertama tiba di New York, mulai terjadi kecurigaan antara warga Irlandia. Pendatang Irlandia dianggap memiliki ras yang berbeda. Mereka dianggap lebih rendah dari manusia, dianggap inferior dalam ras, agama dan sebagainya. Benturan berbasis etnisitas atau perbedaan daerah asal semakin sering terjadi.

Kemiskinan dan pengangguran merupakan masalah yang selalu melekat dalam perkembangan kota. Mencopet menjadi suatu profesi dan kebanyakan dilakukan oleh anak-anak. Film ini memaparkan bahwa ada sekitar 10.000-30.000 anak tinggal di jalanan, yatim piatu atau diabaikan. Orang tua mereka tidak sanggup menghidupi anak-anaknya. Anak dari kelurga miskin harus bekerja pada usia 6-7 tahun. Bahkan, anak dari keluarga menengah harus bekerja sejak usia 14 tahun. Kejahatan menjadi salah satu usaha untuk bertahan hidup. Banyak wanita muda yang kemudian menjadi pencopet. Disamping kemiskinan, permasalahan lain yang juga sangat mencolok dalam film ini adalah banyaknya kejahatan dan kriminalitas yang terjadi.

Relasi Kekuasaan Formal dan Informal

Hal lain yang menarik dalam film ini adalah hubungan antara bentuk-bentuk kekusaan formal dan informal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya bekerja secara bersamaan dalam konteks politik di kota ini.

Politik tidak hanya diselenggarakan di tempat-tempat yang formal seperti gedung pemerintahan. Salah satu tempat yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi politik adalah saloon. Tempat ini semacam bar yang menjual berbagai jenis minuman dalam tong-tong. Saloon ternyata tidak hanya sekadar menjadi tempat minum. Di dalamnya berlangsung kegiatan-kegiatan politik seperti kampanye dan pengaturan politik. Saloon menjadi tempat berkumpul sosial dimana banyak kegiatan dilakukan.

Dalam kondisi kekacauan dan ketidakteraturan masyarakat, negara tidak mampu memberi jaminan keamanan dan perlindungan. Kelompok geng mengambil alih tugas pemerintah tersebut. Kepolisian memang ada di kota itu, namun tidak jelas siapa mereka, berapa jumlahnya, apakah mereka digaji oleh pemda atau negara. Pada intinya, kepolisian yang ada tidak dapat menciptakan ketertiban. Awal abad ke-19, semuanya belum teratur. Lingkungan yang miskin seperti 5 points hanya mendapat sedikit perlindungan polisi. Polisi hanya berperan sebagai peronda dan mengawasi apabila ada kebakaran. Mereka tidak peduli terhadap orang miskin. Para imigran kemudian bergabung dengan geng untuk menciptakan rasa aman. Di sini terlihat adanya kegagalan pemerintah dalam menjamin keamanan bagi masyarakatnya, termasuk masyarakat miskin. Kegagalan tersebut bisa terjadi karena pemerintah belum memiliki landasan untuk melakukan pengaturan. Konteks politik nasional Amerika pada saat itu belum kuat sehingga tidak dapat melakukan pengaturan untuk daerah-daerah tertentu.

Kelompok geng lebih berkuasa daripada petugas kepolisian pada saat itu. Kelompok-kelompok geng mendapat kekusaannya dari para politisi korup untuk membantunya menguras uang dari masyarakat. Kekusaan didominasi oleh orang-orang yang sanggup membayar dan menggunakan jasa kelompok geng untuk melindungi tempat-tempat, mengintimidasi orang, mencari suara, bahkan mengadakan rapat-rapat jalanan. Negara tidak berperan sama sekali dalam pengaturan masyarakat. Pemerintah kota justru menjadi bagian dari pelanggaran hukum dan keadaan disorder dalam masyarakat. Praktik politik informal, dalam hal ini menggunakan geng sebagai alat untuk meraih kekuasaan, hal-hal semacam ini sudah dianggap sebagai sesuatu yang wajar dalam bekerjanya politik.

Peran kelompok geng sangat menentukan dalam pemilihan walikota. Politisi yang berhasil pada saat itu adalah mereka yang bisa mengkonsolidasikan kekuatan geng dalam kekuasaannya. Geng berperan dalam pemberian suara berulang atau mencegat kotak pemilih. Korupsi dan kecurangan dapat berjalan dengan lancar, hukum sama sekali tidak bekerja untuk menindak para politisi korup. Masyarakat juga tidak peduli dengan hal tersebut. Masyarakat kota hanya berusaha untuk hidup meskipun uang mereka dirampas oleh para geng yang bekerjasama dengan penguasa. Politisi juga tak pernah mempedulikan nasib rakyat miskin. Dengan demikian, kekuasaan formal dan informal tidak dapat dipisahkan dalam praktik politik kota New York pada saat itu.

Reformasi Menuju Kota New York Modern

Keadaan penduduk kota tidak berubah. Hal ini mendorong penegak hukum New York melakukan perubahan secara radikal. Pada pertengahan abad ke-19, geng-geng menjadi amat dominan sehingga memaksa adanya pembentukan kepolisian secara profesional. Masyarakat masih tidak dapat mempercayai kepolisian, mereka selalu merasa curiga. Masyarakat menganggap kepolisian sebagai ras yang tidak dapat mengendalikan perilakunya. Seragam mulai dikenakan. Namun, hal itu justru mengundang ejekan dari masyarakat. Polisi dianggap seperti banci kota London. Meskipun kepolisian telah dibentuk, geng-geng justru berkembang semakin kuat. Peristiwa kebakaran besar yang melanda kota juga menyebabkan dibentuknya pemadam kebakaran profesional. Kebijakan ini juga tidak mampu mengalahkan dominasi kekuasaan kelompok-kelompok geng di kota New York. Mereka tetap menguasai pekerjaan sukarela sebagai pemadam kebakaran dengan upah tertentu.

Berbagai kebijakan seperti pembentukan kepolisian dan pemadam kebakaran secara profesional ternyata tidak mampu mengatasi ketidaktertiban dalam masyarakat. Perang saudara justru muncul dan semakin berlarut-larut. Pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan wajib militer bagi 30.000 warga pria. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengurangi perang saudara. Tujuan dari kebijakan tersebut akhirnya justru memancing kemarahan masyarakat kelas bawah. Menurut aturan, warga bisa membayar 300 dolar kepada seseorang untuk menggantikannya. Sehingga, wajib militer terkesan hanya untuk mereka yang miskin. Rakyat yang marah membakar kantor wajib militer. Kerusuhan dan kebakaran besar pun terjadi. Pemerintah pusat khawatir akan kehilangan kendalinya atas kota New York. Pemerintah kemudian menurunkan pasukan untuk menembaki para demonstran. Penduduk Afrika-Amerika banyak yang menjadi sasaran kemarahan warga. Tidak dapat dipastikan berapa jumlah korban yang tewas dalam peristiwa itu.

Sejak peristiwa itu, New York mulai melakukan proses penyatuan dan pembangunan kembali, termasuk kelompok-kelompok geng. Walikota yang sangat korup akhirnya jatuh karena penagruh gambar-gambar kartun tentang dirinya yang mengubah persepsi masyarakat. Geng-geng mulai banyak menuntut karena selama ini meraka tidak diberikan hak pilih. Peristiwa tersebut juga mengubah geng-geng kembali berada dalam jalur kejahatan murni. Geng tidak lagi membatasi diri pada bangsa tertentu. Masyarakat mulai belajar berdemokrasi, demikian juga geng-gengnya. Meskipun masih banyak juga yang terjebak dalam kondisi buruk di 5 points.

Peristiwa kerusuhan dan kebakaran besar tersebut menjadi titik tolak adanya perhatian bagi masyararakt miskin. Orang mulai menyadari bahwa akan menimbulkan bahaya apabila masyarakat yang miskin hanya dibiarkan begitu saja. Dinas perumahan dan sanitari mulai didirikan setelah terjadi kebakaran dan kerusuhan tersebut. Keadaan mulai berubah di tahun 1877, dimana seorang reporter berusaha untuk memotret kehidupan masyarakat kota New York dalam rangka reformasi. Masyarakat perlahan-lahan mulai menata kehidupannya. Perubahan terjadi dengan masuknya imigran Italia yang disusul oleh pendatang dari China. Geng-geng mulai mengalami siklus. Mereka tidak mampu lagi mengendalikan keadaan. Masyarakat mulai sadar bahwa kekerasan bukan menjadi solusi utama. Banyak lapangan pekerjaan mulai dibuka untuk para imigran. Masyarakat bisa menjadi pegawai kepolisian atau pekerja proyek pembangunan pemerintah. Patung Liberty sebagai simbol Amerika akhirnya berdiri di pelabuhan New York. Kelahiran masyarakat Amerika modern mulai tampak. Meskipun demikian, kota New York membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk memulihkan masyarakatnya dari depresi dan ketakutan akan sejarah gelap mereka.

Sejarah terbentuknya New York yang terjadi mulai abad 19 bisa dikatakan hampir sama dengan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia saat ini. Kontestasi kepentingan baik itu kepentingan ekonomi, politik maupun identitas merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Kota menjadi wilayah yang sangat menarik sehingga urbanisasi terjadi dengan cepat. Kapasitas kota dengan segala sumber dayanya tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang ada sehingga kesenjangan dan kontestasi kepentingan tak dapat dihindarkan lagi.

Permasalahan-permasalahan perkotaan seperti kemiskinan, pengangguran, banjir, penataan tata ruang, kriminalitas, kemacetan dan segudang permasalahan lain menuntut adanya penyelesaian. Kemungkinan memang diperlukan semacam reformasi seperti yang terjadi di kota New York untuk mengawali adanya perubahan. Namun, tidak demikian dengan Jakarta. Setelah terjadi kerusuhan Mei atau kerusuhan-kerusuhan lainnya, Jakarta masih disibukkan dengan permasalahan-permasalahan perkotaan yang belum terselesaikan. Solusi bisa berada di tangan institusi politik mapun masyarakat atau kerjasama antara keduanya. Film tersebut sedikit banyak telah memberi gambaran bahwa kota tidak hanya bisa dipahami sebagai wilayah geografis, tatapi juga sebuah proses dimana dimensi sosial politik perlu dipahami secara menyeluruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar