Rabu, 10 Desember 2008

dialektika kebingungan

25 september 2007

aku ingin bercerita setelah sekian lama tak kumainkan tuts kata bersama barisan nada kehidupan.

Ini tentang cinta. Lagi-lagi tentang cinta. Kalian pasti telah bosan. Dan apalah lagi yang bisa menggoncangkan hati manusia selain daripada cinta.

Hah……….tapi aku malas menceritakannya. Pengen ada variasi lain. Pengen berimajinasi bikin satu cerita yang paling aneh sedunia. “Jangan Cuma berpikir Mbak, tapi mulailah untuk menulis. Jangan berpikir tulisan mu nanti yang paling bagus dan akan menarik tapi mulailah menulis. Yang tak masuk akalpun dan yang tak logispun tak apa. Tapi mulailah menulis!!!!!!!!!!!”

……………………….

27 september 2007

Sebuah nukilan cerita. Dari para pencari kebenaran. Dari mereka yang menginginkan perubahan. Dari mereka yang sedang berada dalam pergulatan pikir. Nukilan cerita ini hanya setitik dari garis yang membentang antara kedua tepi dunia.

Siang yang panas, ini hari telah kami niatkan untuk menulis tentang sebuah pencarian kebenaran. Cieh..bahasanya, sepertinya berat nih! Ceritanya begini. Kalau tak segera ditulis bisa hilang…kebenaran tentang apa? Beginilah kronologis ceritanya.

Seperti biasa, anak SMA yang masih lugu selalu akan melongo melihat berbagai pertarungan ideologi di dunia barunya. Kampus. Idealnya, mereka ingin selalu aktif dalam organisasi. Kalau bisa ikut menyumbangkan pemikiran dalam pergerakan dan menjadi mahasiswa yang tahu mana yang benar dan mana yang salah. Tahu baik dan buruknya sesuatu. Seperti inilah jadinya. Semester pertama dikampus. Organisasi yang menamakan dirinya Jamaah Muslim Fisipol menyambut kehadirannya dengan ramah. Sebenarnya gadis ini tak punya latar belakang keagamaan yang kuat. Baik lingkungan masyarakat maupun keluarganya, tidak secara spesifik mengimani ideologi tertentu dengan dalam. Semua masih dipermukaan. Mengambang saja. melihat skerapian organisasi, mbak-mbak yang super ramah dan lingkungan yang kelihatannya sangat kondusif dalam pendalaman islam seakan menuntun gadis ini untuk mencoba lebih dekat melihat ke dalam.

Ramadhan pertamanya di FISIPOL, sebuah kegiatan yang diberi nama “Ramadhan Great Journey” kegiatan ini kelihatannya akan seru. Si gadis tampak sangat tertarik dan bersemangat mengikutinya. Barangkali juga ia akan menemukan lingkungan baru yang sesuai dengan apa yang dicarinya selama ini. tak disangka-sangka, tak dinyana-nyana. Nama yang sama sekali tak mencerminkan kegiatan di dalamnya. Bisa dibilang ia telah dibohongi secara halus. Kegiatan itu adalah semacam latihan kaderisasi untuk JMF. Setelah beberapa mengikuti, sadarlah si gadis bahwa ia telah masuk dalam sebuah lingkungan. Tradisi tarbiyah Islam dalam wadah yang diberi nama JMF yang nampaknya disetting oleh kekuatan yang lebih besar seperti KAMMI sampai PKS. Desain kaderisasinya sangat rapi. Berjenjang dengan runut dan sistematis.

Tanpa sadar, si gadis ini telah masuk dalam lingkungan tarbiyah. Memaksa secara halus agar mengukuti segala bentuk tradisinya. Bagi yang masih lugu, semuanya ditelan mentah-mentah. Dan karena tinggal menjalankan, si gadis ini nyaman-nyaman saja disetir pemikirannya. Tradisi pake jilbab lebar, penggunaan istilah-istilah seperti ikhwan, akhwat, syuro’, dan sebagainya. Teradisi yang secara perlahan-lahan ditanamkan dan tanpa sadar ia diincar untuk menjadi seorang kader.

Namun setelah beberapa lama, ia mulai banyak mempertanyakan. Banyak hal yang mengganggu pikirannya. Ketika ia mulai sering berdikusi dengan seseorang, ia mulai menemukan perspektif lain. Bahwa ada banyak dunia di luar dunianya. Bahwa yang selama ini ia anggap sangat baik, ternyata belum sesempurna seperti idealismenya. Ia mulai mencari-cari.

Salah satu peristiwa yang membuatnya semakin yakin bahwa ia memang sedang goyah adalah ketika ia menjadi panitia stadium general yang diadakan KOMAP untuk mahasiswa baru angkatan 2007. anehnya, panitia acara ini semunya anak-anak tarbiyah dan ketika si gadis ini mengusulkan untuk mengundang pembicara dan beberapa anak di luar tarbiyah untuk bergabung dalam kepanitiaan, usulnya justru tidak diterima dengan berbagai alasan. Ketika sedang mencari-cari, si gadis ini nampaknya lebih condong ke Muhamadiyah. Mungkin juga karena ia sering berdiskusi dengan orang Muhamadiyah jadi, ia punya banyak gambaran tentang organisasi ini. sebuah lembaga raksasa yang telah mengakar sangat kuat di bumi Indonesia sejak zaman dulu kala.

Pencariannya segera berlanjut. Beberapa kali ia mengunjungi komisariat Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah cabang UGM. Dan ia pun melihat realitas lain yang kemudian membuatnya sedikit ragu. Sekretariatnya tampak tak terawat. Berantakan di sana-sini. Juga ia kaget dengan tradisi. Nampaknya terlalu liberal. Bagaimana hugungan antara laki-laki dan pertemuan. Dalam rapat tak ada hijab. Mungkin ia memang harus belajar melihat perbedaan. Ini sangat berbeda dengan tradisi di JMF yang sangat menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan. Gadis yang sudah terbisa dengan kebiasaan seperti itu dan yang telah melakukan justifikasi bahwa itulah yang benar sesuai dengan ajaran islam. Dan ketika ada hal yang bertentangan, hatinya sedikit berontak. Tapi, ia memutuskan untuk melihat dulu keadaan dan apa yang akan terjadi di kemudin. Memang banyak yang harus diperbaiki di Muhamadiyah, beda dengan tarbiyah yang sudah punya sistem super rapi. Di Muhamadiyah ini, si gadis harus siap berjuang dan menjadi pengubah sistem. Sedangkan apabila ia tetap di tarbiyah, ia hanya kan menikmati dan menjadi konsumen sistem yang telah disetting sedemikian rapinya.

Beberapa dialognya dengan anggota dan pengurus IMM semakin mengantarnya dekat dengan organisasi ini. semakin banyak pula tantangan yang harus di jalaninya. Teman-temannya di JMF sudah sering menanyakan ketarbiyahannya. Apalagi mereka beberapa kali melihat gadis ini mengikuti pengajian di PP Muhamadiyah dan beberapa kali izin tidak ikut rapat dengan keperluan ada kepentingan dengan IMM barunya. Gadis ini belum resmi masuk menjadi anggota. Bari dalam taraf penjajakan saja. “lha, ini urusan saya.” Jawabnya ketika ditanya kenapa hatinya terlihat sedikit telah melenceng.

Gadis ini semakin sering saja berdialog dengan para anggota lama. Siang itu, ia menemui sorang senior IMM dalam rangka membicarakan strategi pengumpulan dana untuk korban gempa di sumatara serta bencana kekeringan di Kulon Progo dan Gunung Kidul. Mereka berencana bertemu di Masjid Kampus UGM. Mas nya yang ditemui ini berasala dari Garut. Cara ngomongnya lucu, ia tak bisa berucap R. banyak cerita darinya. Mulai dari latar belakang bagaimana ian bisa msuk IMM sampai pada benyak problematika yang dihadai baik dalam IMM maupun Muhamadiyah itu sendiri. mas mas ini namanya Surya. Ia juga bercerita tentang komunitas mata pena. Bagi mereka yang suka menulis dan mau belajar menulis, komunitas ini bisa menjadi tempatnya. Mungkin niatnya mau menyaingi komunitas Forum Lingkar Pena yang sebagian dari mereka adalah orang-orang tarbiyah (ini hanya sekedar asumsi yang apriori). Huh…apalah yang mereka perjuangkan sebenarnya????

“waduh, gawat juga ketika harus mengedarkan amplop dengan label IMM di fakultas, teman-teman JMF bisa tau semua.” Itulah yang dipikirnya ketika ia harus membantu mencari sumbangan itu. tak apalah, semua itu ada resikonya. Hidup ini pilihan dan ketika kita menentukan sebuah pilihan, kita harus siap dengan segala konsekuensinya.

Pertemuan berikutnya.

Kali ini si gadis datang ke sekretariat cabang IMM Yogyakarta bersama seorang teman (kemudian akan disebut ‘kami’). Kesan pertama, minimalis. Tak banyak atribut di ruangan itu. hanya beberapa papan pengumuman, rak buku kecil, dan ruangan dengan karpet berwarna abu-abu. Juga plastik berwarna coklat dengan motif kayu yang melapisi lantainya.di dinding tepat di depan pintu masuk terdapat bendera IMM yang dipajang. Berwarna merah dengan lambang IMM di tengahnya, pada bagian kanan terdapat sebuah kamar. Dan di pintu kamr itu ditempelkan lambang Muhamaduyah berwarna hijau. Bagian belakang tampaknya terdapat ruangan, tapi tak sempat kami lihat ada apa di dalamnya. Dari kelambu yang kadang membuka ke belakang karena di tiup anging, nampaknya ruang belakang itu berfungsi sebagai dapur. Pada bagian bawah meja difungsikan untuk meletakkan seplastik gula juga beberapa peralatan memasak tampak sepintas terlihat.

Pertama memasuki ruangan, kami sudah beramah-tamah dengan penghuni yang datang sebelum kami. Dalam ruangan itu ada dua orang perempuan dan dua orang laki-laki. Yang erempuan ini, baru saja kuketahui bernama Sekar dan Tifa sedangkan yang laki-laki salah satunya adalah Surya dan yang satunya juga baru kami kethui bernama Irawan. Mulailah sedikit basa-basi. Ngobrol dan saling meledek tentang hal yang menyangkut angkatan. Mbak Sekar ini sudah angkatan 2003 tapi belum lulus juga. Satu per satu dari kedua perempuan ini akhirnya pamit. Ada yang mau kuliah dan harus mengurusi rencana buka bersama dengan MENWA.

Lalu, tinggallah kami berbincang dengan Surya dan Irawan. Dialog hangat tentang segala sesuatunya. Semakin mencoba mendekatkan dan memberi pandangan. Atau malah membingungkan. Kali ini Surya tak banyak bicara. Si Irawan yang pegang kendali pembicaraan. Mula-mula perkenalan tentang daerah asal. Tahu si Gadis dari Gunung Kidul, ia langsung menyebut beberapa nama yang berasal dari daerah yang sama dan ternyata si Gadis juga mengenal mereka. Sebagian adalah teman SMAnya. Ha ha hi hi. Kadang tertawa tapi tetap dengan pikiran yang berkecamuk. Kenapa si laki-laki bicara dengan cara seperti ini dengan lawan jenisnya. Tampak tak ada batasan walaupun tetap bisa menjaga karena melihat kami yang menggunakan jilbal lebar begini.

Kaget juga si Irawan tahu bahwa kami dari fisipol dan anggotan JMF. Pasti ada sesuatu. Sesutu yang membuat kami mencoba untuk mencari kebenaran dengan cara lain. Pasti ada sesuatu, yang membuat kami bisa dikatakan berpaling dari organisasi sebelumnya. Apakah itu? sebabnya ada banyak dan ternyata memang banyak juga orang yang seperti kami. IMM adalah salah satu tempat pelarian bagi mereka yang telah dikecewakan. Dulu, kami disebut sebagai orang yang tersesat di jalan yang benar. Lalu sekarang bagaimana? Apakah kami akan semakin tersesat atau justru bisa menemukan sebuah pencerahan. Cahaya yang kami harapkan datang, masih entah dariman asalnya. Jiwa-jiwa seusia kami ini adalah jiwa-jiwa yang haus akan pencarian. Sebenarnya aku tak terlalu pusing, mungkin si gadis di sebelahku ini yang amat sangat pusing.

Yang membuat rumit persoalan adalah pikiran kita sendiri. coba kita berpikir lebih sederhana, tapi bagi mereka yang merasa tidak cukup hanya dengan berpikir sederhana, pasti akan tambah pusing…..

Mas Irawan ini nampaknya lebih berpengalaman dalam organisasi. Ia adalah salah satu yang pernah dikecewakan oleh sistem tarbiyah, ceritanya dulu, ia sudah direkrut menjadi kader sejak SMA. Karirnya menanjak dengan jabatannya sebagai sekretaris umum ranting Partai Keadilan Sejahtera. Yang bernama Irawan ini berasal dari Lampung. Sebelum kuliah di UGM, ia sudah berpetualang di daerah asalnya. Melewati begitu banyak jenjang kaderisasi. Waktu itu, organisasi sangat menyita masa remajanya. Pulang malam, lalu dijemput lagi sampai pagi. Hingga orang tunya sempat menegur. Kebetulan pada waktu itu memang lagi sibuk-sibuknya persiapan pemilu. Dan sampilah ia pada titik jenuhnya. Dan ia pun memutuskan untuk migrasi dari organisasi yang dalam waktu singkat telah membesarkan namanya. IRM (Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah) dipilihnya untuk menjadi tempat singgah berikutnya. Begini lah mula-mula kekecewaannya itu mulai tumbuh di hati.

Ketika itu, IRM akan mengadakan sebuh acara, semacam seminar. Dalam acara itu, sengaja diundang orang-orang dari PKS, IMM, NU, IRM dan banyak organisasi lainnnya. Tempat pertemuan berbagai organisasi itu telah disetting sedemikian rupa sampai tak ada hijab antara yang akhwat dan ikhwan. Sama-sama mereka mengadakan semacam kesepakan bahwa acara ini hanya semacam diskusi biasa sehingga haram hukumnya untuk mengibarkan bendera partai. Nah, apa yang terjadi kemudian adalah sebuah pengkhianatan. Yang dari PKS ini pagi-pagi benar telah berani melanggar kesepakatan dengan mengibarkan bendera partai. Tentu saja, panitia yang menjadi sasaran kemarahan peserta lainnnya. “gimana ini panitinya, apa sengaja akan mengadu domba kami? Apa sengaja akan mengajak kami semua untuk bergabung dalam PKS?” begitulah kira-kira komentar peserta dari organisasi lainnya. Wah gawat, acara jadi berantakan. Tak lama kemudian, seluruh peserta dikumpulkan dalam sebuah aula. Lagi-lagi tanpa hijab dan pemisahan. Nah, dalam forum itu, Irawan secara resmi menyatakan pengunduran dirinya sebagai sekretaris ranting PKS.

Ini cerita masa lalu. Yang baru saja terjadi pun ada. Ketika Irawan ini telah melang lang buana hingga sampai ke jogja dan bergabunglah ia dengan IMM. Ceritanya bersetting saat acara penerimaan mahasiswa baru di Gedung Graha Sabha Permana. Seperti kebiasaan sebelum-sebelumnya, seluruh oraganisasi, baik itu yang merupakan pergerakan ataupun tidak, masing-masing berlomba-lomba untuk mencari massa. Masing-masing dari mereka membuka stand yang menyediakan informasi tentang seluk-beluk organisasi. Dan disinilah terasa ada semacam diskriminasi. Masalahnya sangat sederhana. Hanya masalah tempat dimana stand harus berdiri. Inipun sempat menimbulkan sedikit ketegangan. Tempat seakan-akan dikuasai oleh KAMMI dan organisasi tarbiyah di bawahnya. Bagi HMI, IMM, dan organisasi lainnya sama sekali tak diberi tempat. Mereka hanya menyediakan space kecil dipinggiran. Bahkan ketika IMM akan mendirikan stand nya, tarbiyah berkata bahwa ini tempat mereka. Ternyata sampai dibela-belain menginap untuk mendapat tempat. Sampai-sampai, yang merasa terdiskriminasi ini menggabungkan diri. Protes dengan sama-sama mengibarkan bendera. Lucunya, ketika kaum tarbiyah meminta izin untuk ikut mengibarkan bendera mereka, yang terdiskriminasi ini menolaknya. Hah….kok sampai segitunya ya!!!

Tentang strategi yang dijalankan untuk menarik massa. Banyak sekali aksi dari kaum tarbiyah. Mulai dari bagi-bagi kembang dengan untaian pesan, sampai bagi-bagi permen. Ini dinamakan Irawan sebagai strategi menjemput bola. Sedangkan Muhamadiyah punya filosofi sendiri. strategi menjemput bola memang bagus. Tapi hasilnya adalah anggota yang hanya bisa sekedar menerima. Militansinya bisa kembali dipertanyakan. Seharusnya, ada hati yang tergerak dengan sendirinya untuk mencari. Dan inilah yang nantinya akan menghasilkan kader-kader hebat. Bukan mereka yang hanya bergerak mengikuti sistem. Tapi mereka yang akan berusaha membenahi dan mengadalan pengubahan dan perbaikan sistem. Filosofinya, Islam itu bukan hanya sekedar transfer. Tapi kita yang harus mencari.

Nah, sekarang akan saya ceritakan beberapa pikiran dasar Muhamadiyah sesuai dengan cerita Irawan.

Muhamadiyah itu progresif. Membuka peluang masuknya pengetahuan seluas-luasnya, namun tetap berada dalam kontrol Islam. Progesif bukan dalam artian harus turun ke jalan, tapi lebih pada tradisi kerangka berfikir. Progresif di sini berarti bergerak menuju tataran masyarakai Islam yang sebenar-benarnya. Muhamdiyah itu modern dan rasional. Labih cenderung pada kultur berpikir. Bebas tanpa peraturan namun kitalah yang membuat peraturan itu sendiri. semunya diletakkan pada kesadaran diri. Kesadaran diri yang diharapkan telah berkembang melampaui tataran masyarakat pada umumnya. Kesadaran diri yang mengantarkan pada tercapainya tujuan, segala tindakan memiliki orientasi yang jelas. Dan yang penting tetap rasional. Apalah arti sebutan ikwan, akhwat, toh itu hanya sebats sebutan. Buat apa juga memakai sorban. Pada zaman dulu, Abu Jahal pun orang yang bersorban. Intinya tetap pada progresifitas cara berfikir yang modern dan rasional. Tak ada lagi sistem to down yang diterapkan. Sudah gak zamannya. Intinya lagi, karena Muhamadiyah telah berevolusi menjadi institusi dengan sistem raksasa, maka akan banyak keurangan dan kelemahannnya. Kitalah yang harus siap untuk memperbaiki semuanya.

Itulah sedikit yang kami tangkap dari dialektika. Kunjungan singkat yang akan membuat gadis ini semakin pusing saja. belum lagi ditambak ketertarikannya pada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar