Definisi dan Klasifikasi Kebijakan Publik
Dalam kuliah kebijakan publik, disampaikan bahwa kebijakan publik merupakan proses penggunaan kewenangan negara yang bereksperimen terhadap nasib orang banyak. Dari pemaknaan tersebut, para ilmuwan cenderung melakukan simplifikasi terhadap teori kebijakan publik sehingga mengakibatkan permasalahan di level implementasi.
Setidaknya terdapat empat lapis pemaknaan dari kebijakan publik. Yang pertama adalah memahami kebijakan publik sebagai decision making. Kedua, kebijakan dimaknai sebagai serangkaian fase kerja pejabat publik. Ketiga, kebijakan publik bisa berupa ‘intervensi’ sosio kultural dengan mendayagunakan berbagai instrumen untuk mengatasi persoalan publik. Sedangkan lapis pemaknaan yang paling dalam adalah bagaimana memahami kebijakan publik sebagai interaksi negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik.[1]
Melalui keempat lapis pemaknaan di atas, tulisan ini akan mencoba melakukan klasifikasi terhadap pemaknaan yang telah banyak dilakukan para ilmuwan dalam teori-teori kebijakan publiknya. Klasifikasi tersebut akan menunjukkan bahwa sebagian besar ilmuwan masih banyak yang justru mereduksi esensi kebijakan publik sebatas pada lapis pemaknaan yang sempit.
A. Kebijakan Publik sebagai Suatu bentuk Decision Making
Thomas R. Dye : “public policy is whatever governments choose to do or not to do”[2], atau definisi yang lebih kongkret seperti yang dikatakan oleh Peters, “Public policy is the sum of activities of governments, whatever acting directly or through agents, as it has on influence on the lives of citizen.[3]
Erwan Agus purwanto (1997) dalam tesisnya berpendapat bahwa kebijakan publik selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrumen-instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, transfer dana, pajak dan anggaran-anggaran.[4]
Graham Allison(1971) dalam Lele (1999), Kebijakan publik merupakan hasil kompetisi dari berbagai entitas atau departemen yang ada dalam suatu negara dengan lembaga-lembaga pemerintahan sebagai aktor utamanya yang terikat oleh konteks, peran, kepentingan, dan kapasitas organisasionalnya.[5]
Menurut Carl Friedrich, kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.[6] Dalam hal ini, pemerintah berhak memberi hambatan dan kesempatan terhadap kebijakan tersebut. Pemerintah masih bisa dikatakan otoritatif meskipun kebijakan tersebut memiliki tujuan dan sasaran demi kepentingan masyarakat.
Kebijakan publik merupakan arahan-arahan yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintahan di dalam yurisdiksi nasional, regional, dan local.[7]
Edwards dan Sharkansky mengatakan bahwa kebijaksanaan negara adalah apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan oleh pemerintah atau apa yang tidak dilakukannya……ia adalah tujuan-tujuan sasaran-sasaran dari program-program……pelaksanaan niat dan peraturan-peraturan.[8]
William N. Dunn merumuskan kebijaksanaan publik sebagai berikut: Kebijaksanaan Publik (Public Policy) adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya.9
Konsep kebijaksanaan publik menurut David Easton sebagai berikut: Alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat berbuat secara otoritatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut.[9] Meskipun definisi ini bisa juga diklasifikasikan dalam pemaknaan kebijakan sebagai bentuk intervensi, namun nuansa kebijakan yang dipilih pemerintah untuk dikerjakan maupun tidak dikerjakan masih kental dalam definisi ini.
B. Kebijakan Publik sebagai Serangkaian Fase Kerja Pejabat Publik
Randall B. Ripley menganjurkan agar kebijakan publik dilihat sebagai suatu proses dan melihat proses tersebut dalam suatu model sederhana untuk dapat memahami konstelasi antar aktor dan interaksi yang terjadi di dalamnya.[10]
James, A. Anderson, “…….a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter concern.” (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah.[11] Dalam konteks definisi ini, seorang atau sekelompok pelaku bisa disamakan dengan pemerintah atau pejabat publik.
Selanjutnya,
Charles O’Jones, istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), standard, proposal, dan grand design.[12]
William Jenkins, kebijakan publik adalah sebuah rangkaian yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan daripada aktor tersebut.[13]
Woll (1966), kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.[14]
Nakamura dan Smallwood mengemukakan pendapat bahwa kebijaksanaan negara adalah serentetan instruksi atau pemerintah dari para pembuat kebijaksanaan yang ditujukan kepada para pelaksana kebijaksanaan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.[15]
Menurut Parker, kebijakan publik adalah suatu atau tindakan yang dilakukan oleh suatu tujuan tertentu atau serangkaian prinsip, atau tindakan yang dilakukan oleh suatu pemerintahan pada periode tertentu ketika terjadi suatu subyek atau krisis.[16]
Guy Peters mengatakan bahwa kebijakan publik adalah, The sum of activities of governments, wether acting directly or through agents, as it has an influence the lives of citizens.[17]
C. Kebijakan Publik sebagai Proses Intervensi Sosio Kultural
Sulit mengklasifikasikan beberapa definisi dalam kelompok ini karena proses intervensi yang dilakukan pemerintah dalam pemecahan masalah sosial yang terlihat dari kata kunci dalam beberapa definisi dan teori masih sangat tergantung pada keputusan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan. Proses intervensi lebih banyak menjadi salah satu bentuk pemaknaan kebijakan dalam klasifikasi administratif atau berbentuk decision making. Seperti halnya definisi dari
D. Kebijakan Publik sebagai Interaksi Negara dan Rakyatnya
Fauzi Ismail, dkk dalam bukunya menyatakan bahwa kebijakan publik adalah bentuk menyatu dari ruh negara, dan kebijakan publik adalah bentuk konkret dari proses persentuhan negara dengan rakyatnya. Kebijakan publik yang transparan dan partisipatif akan menghasilkan pemerintahan yang baik. Paradigma kebijakan publik yang kaku dan tidak responsif akan menghasilkan wajah negara yang kaku dan tidak responsif. Demikian pula sebaliknya, paradigma kebijakan publik yang luwes dan responsif akan menghasilkan wajah negara yang luwes dan responsif pula. [19]
E. Definisi yang cenderung bias dan tidak dapat dikelompokkan dalam keempat lapis pemaknaan.
Robert Eyestone memberi makna kebijakan publik sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.[20] Definisi ini cenderung bias karena Robert dalam definisinya tidak memberikan penjelasan tentang pengertian “hubungan” dan lingkungan yang dimaksud. Hubungan tersebut bisa dimaknai sebagai hubungan yang interventif atau hubungan yang bersifat interaktif dengan lingkungan, yaitu masyarakat. Definisi ini sangat luas cakupannya sehingga apa yang dimaksud dengan kebijakan publik tersebut bisa meliputi banyak hal.
Chief J. O Udoji (1981), kebijakan publik merupakan suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.[21] Tindakan bersanksi di sini bisa dilakukan pemerintah dengan otoritas dan kewenangannya, namun definisi ini tidak dengan konkret menjelaskan baik aktor maupun proses dalam pembuatan kebijakan tersebut.
Kebijakan publik adalah membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan (doelbewuste vormgeving aan de samenleving door middle van machtsuitoefening).[22] Definisi ini tidak menjelaskan bagaimana membangun masyarakat yang terarah apakah dengan intervensi atau dengan interaksi antara penerintah dengan masyarakat.
Dari klasifikasi beberapa definisi yang dikemukaan para ilmuwan di atas, terlihat bahwa pemaknaan kebijakan publik masih didominasi dan terbatas pada pemaknaan dalam level administratif dan teknokrtis. Kebijakan publik masih berada dalam lingkup otoritas negara. Beberapa definisi di atas tidak ada yang bisa dikelompokkan dalam lapis pemaknaan ketiga yang memaknai kebijakan publik sebagai intervensi soaio kultural dengan mendayagunakan berbagai instrumen unutk mengatasi persoalan publik. Selain itu, terdapat beberapa definisi yang bias sehingga sulit unutk menentukan tujuan dan sasaran di level implementasi.
Permasalahan kebijakan publik ternyata tidak hanya berada dalam level implementasi tetapi juga pada level teori. Pemerintah cenderung masih menggunakan kewenangannya secara penuh dalam menentukan kebijakan publik tanpa adanya interaksi dan proses diagnosis terhadap permasalahn-permasalahan dan konflik dalam masyarakat.
Referensi:
Skripsi:
Agomo, Moh. Ilyas Purwo, 2006, Jaringan Pesantren dan Kebijakan Publik. Studi terhadap Peran Jaringan Pesantren dalam Proses Kebijakan Publik di Kota Solo. Jurusan Ilmu Pemerintahan, UGM.
Astuti, Ari Dwi, 2004, Selamat Pagi Bupati: Studi Tentang Efektifitas Sosialisasi Kebijakan Pemda Kebumen Melalui Siaran Radio, Jurusan Ilmu Pemerintahan, UGM.
Hernani, 1997, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijaksanaan Pengendalian dan Penertiban Peredaran Minuman Keras : Suatu Penelitian Deskriptif Terhadap Keberhasilan Implementasi Kebijaksanaan Minuman Keras di Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat, Jurusan Ilmu Pemerintahan, UGM.
Putri H, Indriani, 2005, Implementasi Kebijakan Penataan Ruang
Safrina, Dian. 2003, Studi Formulasi Kebijakan. Studi Kasus: Penentuan Harga Crude Palm Oil di Sumatra Utara. Jurusan Administrasi Negara, UGM.
Sundari Yudhiani, Titi, 2005, Kebijakan yang Tidak Partisipatif, Studi Kasus: Kebijakan Relokasi Pasar Wage, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jurusan Administrasi Negara, UGM.
Utami, Inggit. 2004, Implementasi Kebijakan Pajak Restoran Berdasarkan Perda No.8 Tahun 2001 Dalam Rangka Meningkatkan PAD Kabupaten Sleman. Jurusan Administrasi Negara, UGM.
Widiastuti, Prastiwi, 2006, Dinamika Kebijakan Bus Perkotaan di Yogyakarta. Jurusan Ilmu Administrasi, UGM.
Yudita, Diah Rachma, 2004, Implementasi Kebijakan Biaya Operasional Pendidikan Dalam Kerangka Otonomi Kampus (
Buku:
Santoso, Amir dan Riza Sihbudi, 1993, Politik, Kebijakan dan Pembangunan,
Tangkilisan, Drs Hessel Nogi S, 2003, Kebijakan Publik yang Membumi.
Laporan Penelitian:
Purwanto, Erwan Agus, 1998, Kebijakan Publik: Perkembangan Teori dan Prakteknya di Indonesia, Jurusan Administrasi Negara. UGM
Website:
http://www.balitbangjatim.com/jurnal_mainIsi_detail.asp?id_jurnal=12&id_isi=13&hal=3
[1]Purwo Santoso dalam Catatan Kuliah Kebijakan Publik, tanggal 19 Februari 2008.
[2] Thomas R. Dye dalam Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal.. 31 dalam skripsi Hernani, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijaksanaan Pengendalian dan Penertiban Peredaran Minuman Keras : Suatu Penelitian Deskriptif Terhadap Keberhasilan Implementasi Kebijaksanaan Minuman Keras di Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Barat, Jurusan Ilmu Pemerintahan, UGM:1997, hal. 26
[3] Safrina, Dian. Skripsi: Studi Formulasi Kebijakan.Studi Kasus: Penentuan Harga Crude Palm Oil di Sumatra Utara. Jurusan Administrasi Negara, UGM: 2003. hal.19
[4] Safrina, Loc.cit
[5] Safrina, ibid,. hal .22
[6] Winarno, Budi, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo,
[7] Santoso, Amir dan Riza Sihbudi. 1993, Politik, Kebijakan dan Pembangunan. Dian Lestari Grafika,
[8] Edwards dan Sharkansky dalam Wahab, Solichin Abdul Wahab, Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, h. 31dalam skripsi Hernani, op.cit, hal. 25.
[9] David Easton dalam Miftah Thoha, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1992, h. 59-60 dalam skripsi Hernani, op.cit, hal. 29.
[10] Randall B. Ripley, Policy Analysis in Political Science, Nelson-Hall Publisher, Chicago:1985 dalam Skipsi Safrina, Dian, op.cit, hal 19.
[11] Anderson, James, Public Policy-making, Second edition, Holt, Rinehart and Winston: 1979 dalam Islamy, Irfan, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Cetakan 12, Bumi Aksara, Jakarta:2003. dalam Putri H, Indriani, op.cit, hal 37
[12] Utami, Inggit dalam Skripsi Implementasi Kebijakan Pajak Restoran Berdasarkan Perda No.8 Tahun 2001 Dalam Rangka Meningkatkan PAD Kabupaten Sleman. Jurusan Administrasi Negara, UGM: 2004.
[13]Yudita, Diah Rachma dalam Skripsi Implementasi Kebijakan Biaya Operasional Pendidikan Dalam Kerangka Otonomi Kampus (
[14]Tangkilisan, Drs Hessel Nogi S,Kebijakan Publik yang Membumi.Lukman Offset YPAPI,
[15] Amir Santoso, Analisa Kebijakan Publik : Suatu Pengantar, Jurnal Ilmu Politik No. 3, Gramedia, Jakarta, 1992, h. 4 dalam skripsi Hernani, op.cit, hal. 26.
[17] Peter, Guy. American Public Policy, NY: Franklin Watts, 1982 dalam Purwanto, Erwan Agus, Laporan Penelitian “Kebijakan Publik: Perkembangan Teori dan Prakteknya di Indonesia, Jurusan Administrasi Negara. UGM: 1998. hal 17
[18] Lele, Gabriel, Post Modernisme dalam Pengembangan Wacana Formulasi Kebijakan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM,
[19] Ismail, Fauzi. Libatkan Rakyat dalam Pengambilan Kebijakan, Forum LSM DIY,
[20]Agomo, Moh. Ilyas Purwo. Skripsi dengan judul Jaringan pesantren dan kebijakan publik. Studi terhadap Peran Jaringan Pesantren dalam Proses Kebijakan Publik di Kota Solo. Jurusan Ilmu Pemerintahan, UGM: 2006.
[21] Widiastuti, Prastiwi dalam Skripsi Dinamika Kebijakan Bus Perkotaan di Yogyakarta. Jurusan Ilmu Administrasi, UGM: 2006.
[22] A. Hoogerwerf, Politicologie : Begrippen en Problemen (Alpen aan den Rijn, Samson Uitgeverij, 1972), hal.. 3 8-39 dalam skripsi Ari Dwi Astuti, ”Selamat Pagi Bupati”: Studi Tentang Efektifitas Sosialisasi Kebijakan Pemda Kebumen Melalui Siaran Radio, Jurusan Ilmu Pemerintahan, UGM, 2004
kalo boleh berbagi ilmu, apa yg dimaksud dengan studi kebijakan? definisi dan ruang lingkupnya
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus