Rabu, 10 Desember 2008

SIC

30 September 2007 8:18 am

Small Interdiciplinary Class

Kebanyakan memang orang psikologi. Sebenarnya saya pengen menyampaikan sesuatu kepada mereka. Ini tentang metode yang mereka pakai dalam keilmuwan mereka. Lha, bagaimana bisa, kondisi kejiwaan seseornag dan pikiran mereka bisa diukur dengan rumus-rumus statistika. Saya kurang percaya dengan positivisme empiris yang mereka gunakan sebagai perspektif dalam berfikir.

Ketemu dengan ornag-orang yang punya idelisme tertentu. sedikit saya akan ceritakan satu persatu, hasil pembicaraan kami siang tadi.

Masjid Kampus UGM, lantai dua.

Saya yang pertama datang. Lho kok masih sepi. Belum ada satu orang pun anggota SIC yang hadir. Duduk bersandar pada tiang masjid. Sebentar kurasakan sesuatu yang agung merasuk. Apakah ini? dibelakangku ada seorang akhwat berjilbab biru yang tidur meringkuk dengan nikmatnya. Aku sendiri segera melipat kaki dan duduk bersila. Kukeluarkan mushaf kecil dari dalam tas ku, segera kulantunkan surat Yunis dengan perlahan. Sebelumnya, tanganku sempat memencet-mencet huruf pada hp untuk sekedar menanyakan kepastian, apakah hari ini jadi diadakan SIC. Untuk beberapa saat, aku terlarut dalam kalimat-kaliam Allah. Begitu indah.

Tak lama kemudian, kurasakan hp ku bergetar, ternyata ada sms masuk dari Mbak Nisa. telah beberapa saat ternyata ia menunggu kami di depan tangga. Annisa, anak psikologi angkatan 2004. setelah membaca sms darinya, segera kutengok ke belakang dan kulihat wajahnya dengan samar. Tapi rasanya memang dia. Kututup mushaf ku lalu segera kuhampiri dia yang sedang duduk dengan menghadap laptopnya.

“Assalamulaikum.” Aku menyapa dengan senyum. Ia membalas salamku lalu kami berjabat tangan.

“Udah lama, Dik. Maaf ya, saya juga barusan datang. Ngantuk banget soalnya.”

“ya, lumayan sih Mbak.”

Nisa ini orang Bantul. Sekitar tiga puluh kilometer dari kota Yogyakarta. Jadi bisa dimaklumi kalau ia terlambat. Apalagi hari minggu begini. Teman lain belum ada yang datang juga. Beberapa saat kemudian, muncullah Ana. Anak psikologi juga, yang ini angkatan 2005.

Dialektika mulai bergulir seperti angin yang mengalir perlahan dalam suasana yang tak tergambarkan. Terdengar selingan lantunan tilawah dari mereka yang mencari kedamaian.

Kalau dideskripsikan dengan detail, pasti akan panjang. Intinya:

Kita yang telah beruntung bisa menyandang status mahasiswa, tak cukup bila hanya menjadi mahasiswa yang cuma belajar di kampus, ke perpus, balik ke kost dan begitu seterusnya. Harus tahu bagaimana manfaat keilmuwan kita bagi orang lain.

Ana pengen jadi penulis. Bikin modul bagi para guru-guru agar bisa lebih memahami murid-muridnya. Modul yang ada sekarang dirasa kurang memperhatikan faktor psikis pada murid. Bhakan sama sekali tak menyentuh arena ini. makanya, Ana pengen bikin buku yang bisa membantu. Asyik ya, kalau seandainya aku bisa sepertinya. Langsung bisa mengamalkan ilmu yang dipelajari di kampus pada masyarakat. Ana ini nyambi kerja jadi guru di sekolah dekat pondok pesantren dimana ia tinggal sekarang. Kebetulan, sekolahnya itu adalah sekolah bagi para keluarga pra sejahtera. Dan kedaan ekonomi tampaknya berpengaruh juga pada kondisi kejiwaan anak-anak di daerah ini. lalu diceritakan bagaimana Ana harus berjuang menghadapi anak-anak yang super nakal. Dengan ilmu psikologi yang ia punya, setidak-tidaknya, itu sudah sangat membantu.

Nisa. yang ini juga sudah mengajar di beberapa SMP dan SMA. Salah satunya adalah SMA Muhamadiyah 4. dia juga bergabung dengan lembaga konseling di fakultasnya. Sudah jadi asisten yang bertugas memebri wawancara dan melakukan tes terhadap klien. Punya idealisme juga dimana ilmu yang dia punya harus bisa berguna bagi orang lain. Membantu orang terlepas dari permasalahannya. Dia juga sedikit kurang suka dengan teman-temannya yang memilih menggunakan ilmunya hanya untuk dirinya sendiri dengan bekerja di kantoran dan punya gaji besar. “betapa egoisnya mereka.” Katanya.

Lalu, apa yang telah kulakukan buat orang lain? Sampai sekarang masih belum ada. Sangat disesalkan. Ini juga karena aku belum tahu jalannya manuju ke arah itu.

Sofi. Dia baru angkatan 2007. Bergabung dengan IRM karena kebetulan ia sekolah di SMA Muhamadiyah. Jadi pengurus daerah sebagai sekretaris bidang Pengkajian dan Ilmu Pengetahuan. Kalau anak ini sedikit belum punya sesuatu yang bsia dikagumi. Mungkin karena msih punya sisa pemikiran dari SMA. Dengan lembaga dan organisasi yang digelutinya, iapun telah melakukan sesuatu bagi orang lain. Sebagai anggota IRM. Banyak menyelenngarakan pelatihan KIR untuk anak-anak SMP dan SMA.

Aku benar-benar merasa sama sekali belum berguna. Sama sekali belum melakukan apapun yang bermanfaat bagi orang lain.

Mulai dari yang terkecil, Mulai dari diri kita sendiri dan Mulai dari saat ini!!!!!

Halah..sok sadar. Ntar juga kembali begini lagi…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar