Rabu, 10 Desember 2008

pengarang lagi lagi..

15 November 2008.


Training Quantum Writing: Be a Superhero With Jurnalism

Acara ini diselenggarakan oleh salah satu media yang dikelola oleh fakultas MIPA. Pembukaan yang aneh. Seorang pembawa acara mencoba untuk mengantarkan perserta masuk ke dunia kepenulisan. Tapi aneh, semua orang kok jadi di suruh begini. Menulis untuk menegakkan Islam. Bukan berarti, semua penulis harus menulis dengan tujuan yang sama bukan? Mereka berbicara tentang pentingnya dakwah lewat tulisan. Tapi bukankah semua orang itu berbeda? Mereka pasti punya tujuan masing-masing dalam menulis. Huh, acara ini jadi kental dengan nuansa Islam. Lha bukannya saya ini tidak suka. Tapi gimana ya..

Acara pun dimulai dengan perkenalan dengan para pembicara. Yang pertama adalah HM Nasrudin Anshoriy Ch. Orang yang hebat. Menulis baginya adalah jihad. Menulis sampai ajal. Mewariskan ilmu dengan buku. Setelah tamat Aliyah, ia meneruskan pendidikannya di berbagai pesantren di Indonesia. Pantas saja penampilannya begini. Dan lagi-lagi saya tertipu dengan penampilan orang ini. pembicara kedua adalah Pak Mustafa, salah seorang wartawan senior. Moto hidupnya, ‘saya menulis maka saya ada’. Ia cukup terkenal dengan tulisannnya berupa puisi humor yyang dibacakannnya pas peringatan seratus tahun kebangkitan nasional. Salah satu judul puisinya adalah, ‘Matematika Cinta yang Ruwet’. Tentu saja saya tidak tahu apa isi puisi itu.

Pembicara pertama tampaknya ingin memberi motivasi kepada para peserta. Mulai saat ini harus nulis. Motivasi itu diambil dari pengalamannya yang luar biasa. Motivasinya bangkit berawal dari sebuah sebuah hadist yang menyatakan tentang tiga amalan yang tidak terputus pahalanya. Salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. “Apa yang akan saya wariskan untuk generasi berikutnya selain ilmu.” Ilmu adalah warisan yang palinh awet dan bisa dikenla. Bayangkan saja kalau kita bisa menulis buku, anak cucu kita pun masih bisa membacanya. Tak habis tujuh turunan.

Nasrudin mulai menulis sejak umur 16 tahun. Pada umur 17 tahun, ia sudah menulias di beberapa koran nasional. Dan pada usia 20 tahun, ia sudah bisa keliling Asia secara gratis lewat tulisan. Pada saat itu, ia sudah bisa berkomunikasi dengan Mochtar Lubis, HB. Yasin, dan beberapa pengaran top Indonesia lainnya. Saat ini, ia sudah menulis sekitar seratus judul buku.

Berbicara tentang menulis buku, kita bisa bayangkan manfaatnya. Imam Ghozali semasa hidupnya yang singkat telah menulis 600 judul buku. Termasuk karyanya yang terkenal, ‘Ihya’ Ulumudin’. Belum lagi ilmuwan Islam lain seperti Averus, Ibnu Khaldun (Bapak Sosiologi). Pada masa kejayaan imperium Cordoba yang berlangsung selama 700 tahun, perkembangan keilmuwan sangat pesat. Jumlah penduduknya labih sedikit dibanding dengan jumlah perpustakaannya. Contohnya lagi adalah Sunan Giri. Tulisan kritisnya mampu merisaukan para penguasa. Raja-raja Majapajit sampai gemetar karena tulisannya. Mereka sampai memerintahkan para prajurit untuk mengepung dan menangkapnya. Membungkam ia yang menyuarakan kebenaran. Betapa dasyatnya sebuah tulisan, bisa mengubah peradaban.

Kebisaan menulis tentu saja berawal dari membaca. Menulis satu buku saja setidaknya harus membaca 30 judul buku sebagai referensi. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan metode membaca secara efektif. Para peserta lalu diminta untuk menyebutkan berapa waktu yang diperlukan untuk membaca satu buku. Ternyata masih relatif lama, itu pun hanya berapa persen yang dapat diserap oleh otak. Menulis juga harus diawali dengan membangun basis kognitiff.

Sebuah fondasi keilmuwan dapat dibangun dengan membaca buku-buku induk seperti filsafat. Entah itu filasafat dari Barat maupun Timur dengan perkembangan pemikirannya masing-masing. Ia juga membaca buku-buku karya pemikir terkenal. Mulai dari Marx, Habermas, Foucoult, dan sebagainya. Bangunan kognitif yang kuat akan mempermudah dalam membentuk konstruksi ide. Setiap para pemikir dunia pasti punta trend masing-masing. Filsuf Perancis seperti Foucaoult, tulisannya cenderung bersifat analitis sedangkan pemikir Jeman seperti Habermas, lebih bersifat dialektis. Nasrudin pernah dilatih oleh Nurcholis Majid untuk berdialog tentang pemikir-pemikir yang kontras. Misalnya saja Das Kapitalis vs pemikiran Ibnu Khaldun. Ia jadi mengerti perdebatan berabad-abad silam tentang sejarah keilmuwan. Ketika konstuksi kognitif tersebut telah dibangun, Nasrudin hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk menulis satu artikel.

Nasrudin merasa manfaat yang luar bisan bisa didapkan hanya dengan menulis. Ia pernah menulis salah seorang biografi tokoh di Indonesia yang pernah menjabat sebagai presiden OPEC. Hanya denganbegitu, belasan negara bisa ia kunjungi. Sebelum umur 20 tahun, tulisannya sudah dimuat di majalah Prisma terbitan LP3ES. Tulisan itu dibaca oleh Emil Salim, lalu Nasrudin bisa diundang ke Perancis karenanya. Sebelum mati, ia bercita-cita untuk menulis 500 judul buku dengan harapan dapat diwariskan sampai kapan pun.

Topik berpindah pada teori komunikasi yang mendasarkan pada kapasitas kepemilikan kemampuan. Kemampuan yang paling mudah dikuasai dalam teori komunikasi adalah kemampuan berbicara (walah, ini saja saya masih lemah sekali. Bagaimana dengan pengusaan ketrampilan yang lain?). level yang kedua adalah kemampuan membaca, lalu diikuti oleh kemampuan mendengar. Sedangkan skill yang paling sulit adalah kemampuan menulis. Dengan menguasai semua skill tersebut, kita bisa menjadi apapun keinginan kita tanpa kesulitan berarti.

Nasrudin pernah dimintai tolong temannya untuk membantu membuat desertasi. Oleh karenanya, ia harus membaca 300 judul buku. Kesemuanya dibaca sampai tuntas yang sebagian besar berbahasa Inggris (Tidak hanya sekadar membaca judulnya atau mencari kutipan yang sesuai. Kesemua buku itu benar-benar dibacanya. Kalau sudah begini, dengan berat hati saya harus mengakui kehebatannya. Kok dengan berat hati ya? Jangan tanya karena saya juga tidak tahu. Hanya sedikit terkagum dan iri. Lagi-lagi saya tertipu dengan penampilannya. Dia hanya mengenakan celana pantalon berwarna coklat muda, baju kotak-kotak campuran antara biru dan sedikit coklat kekuningan, lalu menggunakan kopyah haji bermotif dengan warna biru dan putih. Sederhana.).

Kembali pada manfaat menulis, tidak hanya bisa bersilaturahmi dan keliling dunia, manulis juga bisa mendapatkan banyak uang. Lihat saja, Laskar Pelangi. Pengarangnya sekarang telah menerima royalti lebih ari 2,5 Milyar. Nasrudin kemudian menceritakan para pengarang yang bisa kaya dengan menulis. Meskipun sebenarnya, banyak juga penulis miskin. Nasrudin juga berbicara tentang Obama. Bagaimana ia bisa menjadi presiden, ya karena ia mengusai ketrampilan-ketrampilan dalam berkomunikasi tadi. Obama sebagaimana ulat bulu, yang bertranformasi dalam kepompong dan kemudian berubah menjadi kupu-kupu.

Menulis adalah menguji sejauh mana kebenaran pemikiran kita. Koran Kedaulatan Rakyat, setidaknya dibaca lebih dari 500 ribu orang. Satu artikel dimuat akan mengundang beberapa orang untuk merespon. Mereka bisa saja mendukung atau mengkritik tulisan kita sehingga kita tahu sejauh mana pikiran itu benar. Bahkan hanya satu SMS dari pembaca yang dimuat, seseorang bisa menjadi sangat bangga. “Setetes tinta ulama lebih berharga dari darah syuhada.”

***

Tiba giliran Pak Mustafa untuk mengisi acara. Sebelum berbicara, ia menyuruh perempuan dan laki-laki yang kebetulan duduknya terpisah saling berhadapan. Kita lali disuruhnya bernnyayi bersahut-sahutan. Cuma bisa mlempem. Yang perempuan suruh nyanyi, “anak ugm bisa nulis.” Lalu yang laki-laki menyahut, “yes-yes”. Ya gitu lah. Garing!. Baginya, menulis adalah sebuah ketrampilan, maka harus dipraktekkan. Kami lalu disuruh untuk memandangi gelas air mineral selama lima detik. Latihan pertama, kami haru smenuliskan apa yang kami ketahui tentang air mineral tadi. Yang kedua, kami harus menuliskan pendapat kami tentang air mineral tersebut. Yang ketiga adalah tulisan tentang imajinasi air mineral tersebut yang kemungkinan bisa menjadi hal lain. Dan yang takhir adalah menuliskan harapan kita terhadap air mineral tadi. Setelah praktek, Pak Mustafa kemudian baru memberikan teorinya.

Meskipun (mohon maaf sebelumnya) Pak Mustafa sedikit kurang jelas dalam berbicara, terbata-bata dan tanpa artikulasi, kami teeteap mencoba unutk mamahami. Latihan pertama sebenarnya bertujuan untuk menuliskan berita. Fakta yang dituliskan apa adanya disebut sebagai berita. Latihan kedua adalah menulis artikel (fakta + opini). Latihan ketiga adalah menulis fiksi (fakta + imajinasi). Sedangkan latihan keeempat adalah menulis kalimat iklan (fakta + harapan). Fakta merupakan relaitas yang obyektif, sedangkan opini lebih memaknai relaitas sebagai suatu yang subyektif. Semua tulisan pada fokusnya memiliki struktur yang sama. Mulai dari judul, lead, isi dan penutup atau ending.

Berikautnya, Pak Mustafa bercerita tentang majunya perpustakaan di Kota Gedhe tempat ia tinggal. Banyak anak-anak yang datang. Kemudian diadakan semacam lomba membaca buku. Dengan begitu, anak-anak jadi sangat mencintai memebaca buku. Hal ini merupakan modal awal untuk membangun sebuah generasi.

Singkat dari Pak Mustafa, acara kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab peserta.

Seorang peserta benama Mashitoh mengungkapkan isi hatinya bahwa ia sama sekali tak punya motivasi untuk menulis. Lebih baik ia berbisnis karena lebih cepat bisa mendatangkan uang daripada menulis. Banyak penulis miskin di Indonesia sedangkan para pebisnis cenderung lebih kaya raya. Nasrudin kemudian menjawab pertanyaan ini. orientasi dan menulis. Sukses sebenranya tidak ditentukan oleh capaian materi semata. Nabi saja sebelum meninggal berdoa, “Ya Allah, matikan aku dalam kedaan miskin.” Ukuran sukses bagi seorang penulis adalah ketika sebuah nobel bisa diraih di tangannya. Chairil Anwar adalah seroang penulis gelandangan. Tapi sampai pada saat ini, siapakah yang tidak kenal beliau? Demikian juga dengan Hamsad Rangkuti, semua penulis sukses bisa jadi tak bergelimangan materi. “Jadi, kita tak berhak membuat penilaian-penilaian secara sepihak. Nah, kalau sudah dimotivasi seperti ini anda masih belum terbuka hatinya dalam memandang seorang penulis, itu namanya kebangeten.” Begitu kata Nasrudin.

Nasrudin menceritakan masa lalunya untuk sekadar memberi motivasi. Perjalanannya ke berbegai negara sebenarnya diawali dari sebuag puisi cinta. Nasrudin pada saat masih duduk di bangku Aliyah, mencintai seorang perempuan yang kalau saya tak salah dengar bernama Haryanti. Ia adalah seorang yang cantik jelita. Puisi pertama nasrudin berhasil meluluhkan hati Haryanti dan mereka bisa nonton berdua. Namun, puisi keduanya jadi tak dianggap karena Haryanti tahu kalau Nasrudin adalah seorang miskin. Nasrudin lalu mengganti puisinya dengan tulisan, “Haryantiku sayang, Haryantiku malang.” Begitu terus berulang-ulang sampai beberapa halaman. Beberapa saat kemudian, Nasrudin diundang di Kecamatan dalam suatu acara untuk membacakan puisi. Ia hanya mengganti kata ‘Haryanti’ menjadi ‘Indonesia’ dalam puisinya. ‘Indonesiaku sayang, Indonesiaku malang. Garudaku sayang, garudaku malang’….begitu seterusnya. Puisi itu justru berakibat baik baginya. Meskipun ia sempat diancam 14 tahun penjara karena dituduh mengkritik Soeharto.

Hanya dengan puisi itu, nasrudin lalu bisa berkenalan dengan Rendra dan beberapa penulis lainnya. Deengan hanya berbekal puisi, ia kemudian bisa berkeliling Asia karena memenangkan sebuah sayembara penulisan. Nah, kalau hanya berdagang, apakah bisa keliling Asia? Seorang wartawan, mungkin gajinya tak seberapa. Namun, berapa pun uang yang diberikan tak akan sanggup menggantikan pengalaman yang diperoleh sebagai seorang wartawan.

Nasrudin ternyata juga menulis iklan. Yang satu ini memang sedkit bisa menghasilkan. Ternyata dia yang membuat slogan pegadaian, ‘mengatasi masalah, tanpa masalah.’ Lalu beberapa iklan lain seperti, ‘kopiko; gantinya ngopi, pertamina; pasti pas’. Memang seperyi itulah enaknya nulis. Nasrudin bisa mendapat mobil dan rumah hanya dengan menuliskan biografi seorang tokoh di Indonesia. Meskipun demikian, menulis juga ada pahitnya. Ketika punyai ide, meskipun jam satu pagi ya harus bangun untuk menuliskan sebelum ide itu menguap begitu saja. ia juga pernah menulis puisi dan mendapatkan tiket haji. Nasrudin ternyata juga menjadi produser sinetron ‘lorong waktu’ yang pernah ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta. (ampun..hah,entahlah Pak, saat ini saya memang termotivasi. Nanti kalau sudah sampai di kost paling labih enak kalau tidur lagi). Membaca dan menulis adalah sebuah pasangan. Menulis pun tak bisa ngawur, harus berbasis pada pengetahuan atau bahkan riset.

Pak Mustafa kemudian menjawab pertanyaan tentang bagaimana melakukan aplikasi ide. Aplikasi ide terkait dengan menanam pohon ide. Sebuah tulisan sebagaimana pohon, harus ada benihnya. Benih ini terkait dengan hal yang akan ditulis dan diharuskan untuk fokus. Benih tersebut kemudian akan berkembang dan menumbuhkan cabang-cabangnya. Cabang tersebut terus dikembangkan dan akhirnya pohon kita bisa berbuah. Membuat tulisan menarik terkait dengan penggunaan sudut pandang atau angle lain, atau melakukan pemaknaan baru. Benih pohon ide tersebut bisa didapatkan dari konstelasi ruang, waktu, pengalaman dan akhirnya mampu menghasilkan jutaan ide.

Terakhir, bapak-bapak ini kemudian membuka ruang diskusi bagi kami untuk berbagi pengalaman dengan memberikan nomor hap masing-masing.

Nasrudin 0811251923

Mustafa 08174123722

Diskusi yang menarik. Training ini belum berakhir karena masih akan ada lomba menulis bebas yang diselenggarakan panitia. Ah, tapi saya malas mengikuti lanjutannya. Saya pulang saja, untuk kemudian pergi ke Gramedia dan kepincut dengan kumpulan cerpennya Radhar Panca Dahana. Lumayan, Cuma sepuluh ribu rupiah saja. yah, meskipun pengeluaran bulan ini sudah sangat melebihi batas maksimal. Saya tetap membelinya. Barangkali suatu saat bisa juga keliling dunia dengan menulis. Entahlah saya nanti mau jadi apa. Ha..ha..ha.

Langit semakin mendung. Mengayuh secepat apapun tak bisa menghindari hujan yang terlanjur datang. Hujan kali ini serasa menjadi hujan kata-kata. Siap ditumpahkan dalam lembaran kertas dengan tinta makna.

Menulis..apa yang ditulis…untuk apa menulis…bagaimana menulis…. Saya jadi teringat sesuatu tentang sesuatu. Menulis, mengadakan sesuatu yang seutuhnya tiada menjadi ada seutuhnya. Ada dan diadakan atau meniadakan ada. Atau justru kebalikannya dari semuanya? Ini hanya permainan kata. Para pembaca tak usah terlalu mengerutkan kening begitu.


Lampiran: hal yang saya tulis saat dalam pelatihan

1).

Segelas air mineral dengan merk Aquase, dengan tutup dari plastik berwarna biru. Gelas air itu terbuat dari plasti. Dalam tutupnya terdapat tulisan tentang merk, nomor registrasi produk, juga letak mata air dimana air dalam gelas itu diperoleh. Seteguk telah saya cicipi. Tawar. Gelas itu Berisi air sedikit mendekati setengahnya. Sebuah selang kecil menancap diantara label air mineral itu. dari luar, selang terlihat patah karena pembiasan cahaya.

2).

Segelas air itu diambil dari sebuah mata air di kaki gunung. Barangkali memang bisa menyegarkan tenggorokan, tapi pengambilan air mineral secara terus-menerus tidak sebanding dengan debit air yang terkandung dalam tanah. Proses ini bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan minimnya cadangan air. Prusahan-perusahaan air mineral skala besar, telah berhasil mengeringkan beberapa sumber air di berbagai tempat. Entahlah, manusia memang membutuhkan air mineral untuk mendukung proses metabolisme tubuh. Di sisi lain, bumi menangis karena komodifikasi air mineral secara berlebihan justru bisa mengancam kehidupan manusia dan bumi itu sendiri. Perusahaan itu hanya memikirkan keuntungan tanpa memeperhatikan lingkungan. Saya juga tidak mengeti kenapa bisa berpikir sampai ke sini.

3).

Segelas air mineral adalah tubuh saya dan air di dalamnya adalah jiwa dan ruh yang mengisi tubuh. Jiwa dengan demikian akan selalu menyesuaikan bentuk wadahnya, yaitu tubuh. Jiwa menjadi sebuah bentuk yang tak berbentuk ketika tak memiliki wadah. Gelas ku masih kosong. Kuliah empat semester yang telah lalu hanya bisa mengisi sedikit saja rongga tubuh dan pikiran saya. Sedangkan saya memang selalu tega membiarkan jiwa kelaparan, kering kerontang. Mungkin ia menginginkan becaan untuk membuatnya lebih kaya. Sedangkan tubuh saya, selalu membangkan tak mau setia. Keduanya berjalan dalam rel yang berbeda. Sampai kapan ia akan penuh?

4).

Setetes air akan membasahi kerongkongan lalu mengalir ke seluruh tubuh bersama darah. Segelas air mineral akan menjelma sebagai gelas penuh motivasi, hingga aku mereguknya dan untuk beberapa saat, jiwaku terbasahi dengan kobaran semangat. Segelas air mineral akan menjadi semacam pemantik bagi munculnya api jiwa yang semula padam dan dingin. Kutemukan segelas air mineral di ruangan ini. setets air yang akan menjadi tinta dalam pena. Mengalirkan tulisan untuk mengobati segala kesakitan dan perihnya bumi saat ini.

……………….

27 November 2008

Berbagi cerita dengan Supri

Supri adalah seorang pedagang kaki lima yang bisa mangkal di Jalan Colombo, Samirono, Yogyakarta. Mereka biasanya berjualan kaca mata, slayer, sarung tangan, sampai racun tikus. Perselisihannya dengan Pemda Sleman memang baru berlangsung selama dua tahun. Itu pun sudah cukup menyengsarakan bagi mereka. Sebuah bentuk perlawanan terhadap peraturan dengan berjualan di badan jalan.

Bentuk perlawanan. Inilah yang dikatakan Mas Supri tentang alasannya masih berjualan di badan jalan walaupun ia sendiri tahu kalau hal itu salah. Sebelumnya, para pedagang kaki lima, termasuk Mas Supri ini berjualan di atas selokan belakang taman yang dibangun saat ini telah dibangun. Selokan itu dulunya diberi cor block pada pagian atasnya yang bisa diangkat—dan mereka berjualan di situ. Kebijakan Pemda untuk mengatur ketertiban dan tata kota terpaksa harus menggusur ruang mencari nafkah bagi para pedagang ini. Pemda setempat berdalih akan membangun daerah peresapan sehingga para pedagang harus pergi. Sampai sekarang, kebijakan itu tak pernah dijalankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar