Cerita tentang Network Management dan Network Structuring
Sebenarnya, ini cerita tentang guruku yang semoga masih sering mengarang petang. Dengan modifikasi tentunya.
Pak T adalah seorang guru Bahasa Indonesia baru di sebuah SMA. Ia mengajar di kelas 1. Meskipun ia berlatar belakang pendidikan guru, aktifitasnya di dunia sastra membuatnya ingin melakukan perubahan pola pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah itu.
Selama ini, pola pengajaran bahsa Indonesia di sekolah tersebut hanya berorientasi pada pemahaman teori-teori kebahasaan. Kajian untuk sastra sangat terbatas. Puisi yang dikenal siswa hanya “Aku” karya Chairil Anwar. Pengalamannya sebagai sastrawan mendoronganya untuk memberikan hal yang lebih kepada para siswa. Seringkali ia tidak mengindahkan kurikulum yang telah ditentukan dalam buku-buku teks. Ia lebih sering membuat simulasi drama di kelas, mengulas cerpen dan novel karya pengarang-pengarang terkenal atau menceritakan kisah Mahabarata dan Ramayana sampai tuntas. Waktu pembelajaran habis untuk kegiatan yang ia lakukan. Baginya, nilai dan ulangan harian hanya sebagai formalitas. Yang lebih penting adalah mananamkan nilai-nilai moral dari kisah yang diceritakannya dan menanamkan minat sastra padapara siswa.
Model pengajaran yang dilakukannya tidak disetujui oleh guru-guru bahasa Indonesia lain. Guru bahasa Indonesia lain berada dalam suatu struktur formalitas yang mengikat mereka bertahun-tahun. Apa yang akan diajarkan adalah apa yang telah ada dalam kurikulum dan tidak akan mengajarkan hal lain di luar itu. Sedangkan pak T sebagai seorang sastrawan terbiasa untuk melawan formalitas dengan imajinasi dan kreatifitas. Guru-guru bahasa Indonesia lain kemudian melaporkan hal tersebut kepada Kepala Sekolah. Kepala Sekolah beberapa kali sempat menegur Pak T untuk mengubah pola pengajarannya dengan berbagai alasan. Misalnya, apa yang dilakukan Pak T akan menyulitkan guru bahasa Indonesia kelas 3 ketika mempersiapkan ujian akhir karena para siswa tidak mempunyai dasar yang kuat tentang tata bahasa.
Pak T kemudian melakukan beberapa usaha untuk tetap bisa menerapkan pola pengajarannya tersebut. Ia berusaha untuk mempengaruhi Kepala Sekolah agar menyetujui pola pengajarannya. Pak T mengirimkan beberapa karya sastra para siswa ke media cetak lokal. Karya-karya tersebut akhirnya dimuat sehingga dapat mempertinggi citra sekolah di masyarakat. Pak T mengetahui bahwa sebenarnya Kepala Sekolah juga menyukai bentuk-bentuk sastra tradisional seperti cerita wayang. Ia kemudian meminta kepala sekolah untuk menulis artikel di majalah sekolah tentang wayang dan memberi penyadaran tentang pentingnya nilai-nilai moral dalam cerita wayang untuk ditanamkan di masa sekarang. Ia juga mengirimkan karya terbaik siswanya ke majalah sastra Horison, karena aktifitas sastra yang dinilai baik, sekolah kemudian mendapat bantuan dari majalah horison dengan didirikannya Sanggar Sastra Siswa Indonesia di sekolah tersebut. Horison memberi bantuan berupa seratus judul buku sastra kepada sekolah tersebut. Acara pembukaan sanggar mendapat perhatian dari media cetak lokal sehingga semakin membawa nama baik bagi sekolah.
Pada akhirnya, Kepala Sekolah merasa sangat senang dengan apa yang dilakukan Pak T. Kepala sekolah justru semakin mendukung pola pengajaran dengan gaya Pak T. Sementara guru-guru bahasa Indonesia lain tidak dapat berbuat apa-apa karena kebijakan sekolah yang telah mendukung Pak T. Beberapa guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas 1 justru mengikuti pola pengajaran Pak T karena tuntutan para siswa untuk mendapat hal yang sama. Dalam hal ini, Pak T telah berhasil menaklukkan struktur yang tadinya constraining menjadi enabling. Pak T telah berhasil melakukan game management sekaligus network structuring.
Dari gugus signifikansi, Pak T berusaha untuk mengeksplorasi persamaan dan perbedaan persepsi antar aktor-aktor yang terlibat. Lebih jauh dari itu, Pak T telah berhasil mengubah persepsi para aktor dalam suatu jaringan. Mulai dari para siswa yang kemudian sangat tertarik pada sastra sampai pada persepsi kepala Sekolah tentang pentingnya pengajaran sastra kepada para siswa. Dalam gugus dominasi, pak T telah memobilisasi kekuatan aktor yang miskin sumber daya, seperti halnya siswa dan melibatkan peran aktor yang mempunyai sumber daya seperti media massa. Pak T juga melibatkan aktor-aktor baru untuk mengubah struktur yang ada. Sedangkan dari gugus legitimasi, aksi sosial yang dilakukan pak T berhasil mengubah pola kerangka kebijakan Kepala Sekolah, meskipun dalam hal ini belum dapat mengubah struktur pola pengajaran bahasa Indonesia secara luas. Keberhasilan Pak T dalam network structuring hanya sampai pada level sekolah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar